ASAS PENDIDIKAN BAGIAN 2
2.
Asas Belajar Sepanjang Hayat
Asas belajar sepanjang hayat (life long
learning) merupakan sudut pandang
dari
sisi lain terhadap pendidikan seumur hidup ( long life education). Kedua istilah
ini memang tidak dapat dipisahkan, tetapi dapat dibedakan. Penekanan istilah
“belajar”adalah perubahan perilaku (kognitif/afektif/psikomotor) yang relatif
tetap karena pengaruh pengalaman, sedang istilah “pendidikan” menekankan pada
usaha sadar dan sistematis untuk penciptaan suatu lingkungan yang memungkinkan pengaruh
pengalaman tersebut lebih efisien efektif, dengan kata lain, lingkungan yang
membelajarkan
subjek didik.Pendidikan sepanjang hayat atau pendidikan seumur hidup, dalam
proses belajar mengajar di sekolah seyogyanya mengemban sekurang-kurangnya dua
hal pokok, yaitu; pertama; membelajarkan peserta didik dengan efisien dan
efektif, dan kedua; meningkatkan kemauan dan kemampuan belajar mandiri sebagai
basis dari belajar sepanjang hayat. Ditinjau dari segi kependidikan, perlunya
merancang suatu program atau kurikulum yang dapat mendukung terwujudnya belajar
sepanjang hayat dengan memperhatikan dua dimensi, yaitu; Pertama, Dimensi
vertikal dari kurikulum sekolah meliputi keterkaitan dan kesinambungan antar
tingkatan persekolahan dan keterkaitan dengan kehidupan peserta didik di masa
depan. Kedua, Dimensi horisontal dari kurikulum sekolah yaitu katerkaitan
antara pengalaman belajar di sekolah dengan pengalaman di luar sekolah. Untuk
mencapai integritas pribadi yang utuh sebagaimana gambaran manusia Indonesia
seutuhnya sesuai dengan nilai-niai Pancasila, Indonesia menganut asas
pendidikan sepanjang hayat. Pendidikan sepanjang hayat memungkinkan tiap warga
negara Indonesia:
a. mendapat kesempatan untuk meningkatkan
kualitas diri dan kemandirian sepanjang hidupnya,
b. mendapat kesempatan untuk memanfaatkan
layanan lembaga-lembaga pendidikan yang ada di masyarakat. Lembaga pendidikan
yang ditawarkan dapat bersifat formal, informal, non formal,
c. mendapat kesempatan mengikuti program-program
pendidikan sesuai bakat, minat, dan kemampuan dalam rangka pengembangan pribadi
secara utuh menuju profil Manusia Indonesia Seutuhnya (MIS) berdasarkan
Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945; dan mendapat kesempatan mengembangkan
diri melalui proses pendidikan jalur, jenjang, dan jenis pendidikan tertentu
sebagaimana tersurat dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun
2003.
3.
Asas Kemandirian Dalam Belajar
Kemandirian
dalam belajar diartikan sebagai aktifitas belajar yangberlangsung lebih
didorong oleh kemauan sendiri, pilihan sendiri, dan tanggung jawab sendiri dari
pembelajaran. Ada beberapa pandangan tentang belajar mandiri yang diutarakan
oleh para ahli seperti dipaparkan sebagai berikut:
1) Belajar Mandiri memandang siswa sebagai
para manajer dan pemilik tanggung jawab dari proses pelajaran mereka sendiri.
Belajar Mandiri mengintegrasikan self- management (manajemen konteks,
menentukan setting, sumber daya, dan tindakan) dengan self-monitoring (siswa
memonitor, mengevaluasi dan mengatur strategi belajarnya).
2) Peran kemauan dan motivasi dalam Belajar Mandiri
sangat penting di dalam memulai dan memelihara usaha siswa.
3) Di dalam belajar mandiri, kendali secara
berangsur-angsur bergeser dari para guru ke siswa. Siswa mempunyai banyak
kebebasan untuk memutuskan pelajaran apa dan tujuan apa yang hendak dicapai dan
bermanfaat baginya. [1]
Di
sini belajar mandiri lebih dimaknai sebagai usaha siswa untuk melakukan
kegiatan belajar yang didasari oleh niatnya untuk menguasai suatu kompetensi
tertentu. Belajar mandiri dapat diartikan sebagai usaha individu untuk melakukan
kegiatan belajar secara sendirian maupun dengan bantuan orang lain berdasarkan
motivasinya sendiri untuk menguasai suatu materi pembelajaran. Perwujudan asas
kemandirian dalam belajar akan menempatkan guru dalam peran
utama sebagai fasilitator
dan motifator. [2]
Baik
asas tut wuri handayani maupun belajar sepanjang hayat secara langsung erat
kaitannya dengan asas kemandirian dalam belajar. Asas tut wuri handayani pada
prinsipnya bertolak dari asumsi kemampuan siswa untuk mandiri, termasuk mandiri
dalam belajar. Selanjutnya, asas belajar sepanjang hayat hanya dapat diwujudkan
apa bila didasarkan pada asumsi bahwa peserta didik mau dan mampu mandiri dalam
belajar, karena adalah tidak mungkin seseorang belajar sepanjang hayatnya
apabila selalu tergantung dari bantuan guru ataupun orang lain.
Perwujudan
asas kemandirian dalam belajar akan mampu menempatkan guru dalam peran utama
sebagai fasilitator dan motivator, disamping peran-peran lain: informator,
organisator dan sebagainya. Sebagai fasilitator guru diharapkan menyediakan dan
mengatur berbagai sumber belajar sedemikian sehingga memudahkan peserta didik
berinteraksi dengan sumber-sumber tersebut. Sedangkan sebagai motivator, guru
mengupayakan timbulnya prakarsa peserta didik untuk memanfaatkan sumber belajar
itu. [3]
[1] Junaid, Hamzan, Op.cit, hh. 98-99.
[2] Joni Raka, T, Cara Belajar Siswa Aktif, Wawasan Kependidikan dan
pembaruan
Pendidikan Guru( Malang; IKIP Malang,
1983 ),h.58.
[3] Umar Tirtarahardja,op.cit, h.122-123.
0 komentar:
Post a Comment