Pages

Tuesday, May 28, 2019


ASAS-ASAS PENDIDIKAN BAGIAN 1
TUTWURI HANDAYANI

    Asas-asas pendidikan merupakan suatu kebenaran menjadi dasar atau tumpukan berpikir, baik pada tahap perancangan maupun pelaksanaan pendidikan. [1] Salah satu dasar utama pendidikan adalah bahwa manusia itu dapat di didik dan dapat mendidik diri sendiri. Asas-asas pendidikan itu menuntun dan mengarahkan kita agar dalam melakukan pendidikan senantiasa tetap memeproleh keberhasilan ridho dari Allah SWT. Oleh sebab itu, asas-asas pendidikan ini perlu dipahami oleh mahasiswa mahasiswi calon guru. [2] Khusus di Indonesia, terdapat beberapa asas pendidikan yang memberi arah dalam merancang dan melaksanakan pendidikan nasional. Asas-asas tersebut bersumber dari pemikiran dan pengalaman sepanjang sejarah perkembangan pendidikan di Indonesia. Diantara asas tersebut, ada tiga asas yang diuraikan secara mendetail, yaitu; Asas Tut Wuri Handayani, Asas Belajar Sepanjang Hayat, dan Asas Kemandirian dalam belajar. [3]Ketiga asas itu dianggap sangat relevan dengan upaya pembinaan dan pengembangan pendidikan nasional, baik masa kini maupun masa datang. Oleh karena itu, setiap tenaga kependidikan harus memahami dengan tepat ketiga asas tersebut agar dapat menerapkannya dengan semestinya dalam penyeleenggaraan pendidikan sehari-hari. [4]
1.      Asas Tut Wuri Handayani
         Asas ini merupakan gagasan yang mula-mula dikemukakan oleh Ki Hajar Dewantara seorang perintis kemerdekaan dan pendidikan nasional. Tut Wuri Handayani mengandung arti pendidik dengan kewibawaan yang dimiliki mengikuti dari belakang dan memberi pengaruh, tidak menarik-narik dari depan, membiarkan anak mencari jalan sendiri, dan bila anak melakukan kesalahan baru pendidik membantunya. Gagasan tersebut dikembangkan Ki Hajar Dewantara pada masa penjajahan dan masa perjuangan kemerdekaan. [5]
Dari sisi lain, pendidik setiap saat siap memberi uluran tangan apabila diperlukan oleh anak.Azas Tut Wuri Handayani ini kemudian dikembangkan oleh Drs. R.M.P. Sostrokartono (filusof dan ahli bahasa) dengan menambahkan dua semboyan lagi, yaitu Ing Ngarso Sung Tulodo, Ing Madyo Mangun Karso. [1] Kini ketiga semboyan tersebut telah menyatu menjadi satu kesatuan asas, masing-masing sebagai berikut;
a. Ing Ngarso Sung Tulodo ( jika di depan memberi contoh) adalah hal yang baik mengingat kebutuhan anak maupun pertimbangan guru. Di bagian depan, seorang guru akan membawa buah pikiran para muridnya itu ke dalam sistem ilmu pengetahuan yang lebih luas. Ia menempatkan pikiran / gagasan / pendapat para muridnya dalam cakrawala yang baru, yang lebih luas. Dalam posisi ini ia membimbing dan memberi teladan. Akhirnya, dengan filosofi semacam ini, siswa (dengan bantuan guru dan teman-temannya ) mengkonstruksi pengetahuannya sendiri di antara pengetahuan yang telah dikonstruksi oleh banyak orang termasuk oleh para ahli.
a.       Ing Madya Mangu Karsa (di tengah membangkitkan kehendak) diterapkan dalam situasi ketika anak didik kurang bergairah atau ragu-ragu untuk mengambil keputusan atau tindakan, sehingga perlu diupayakan untuk memperkuat motivasi. Dan, guru maju ke tengah-tengah (pemikiran) para muridnya. Dalam posisi ini ia menciptakan situasi yang memungkinkan para muridnya mengembangkan, memperbaiki, mempertajam, atau bahkan mungkin mengganti pengetahuan yang telah dimilikinya itu sehingga diperoleh pengetahuan baru yang lebih masuk akal, lebih jelas, dan lebih banyak manfaatnya. Guru mungkin mengajukan pertanyaan, atau mungkin mengajukan gagasan/argumentasi tandingan. Mungkin juga ia mengikuti jalan pikiran siswa sampai pada suatu kesimpulan yang bisa benar atau bisa salah, dsb. Pendek kata, di tengah seorang guru menciptakan situasi yang membuat siswa berolah pikir secara kritis untuk menelaah buah pikirannya sendiri atau orang lain. Guru menciptakan situasi agar terjadi perubahan konsepsional dalam pikiran siswasiswanya. Yang salah diganti yang benar, yang keliru diperbaiki, yang kurang tajam dipertajam, yang kurang lengkap dilengkapi, dan yang kurang masuk akal argumentasinya diperbaiki.
c. Tut Wuri Handayani (jika di belakang memberi dorongan). Asas ini memberi kesempatan anak didik untuk melakukan usaha sendiri, dan ada kemungkinan melakukan kesalahan, tanpa ada tindakan (hukuman) pendidik[2].
   Hal itu tidak menjadikan masalah, karena menurut Ki Hajar Dewantara,  setiapkesalahan yang dilakukan anak didik akan membawa pidananya sendiri, karena tidak ada pendidik sebagai pemimpin yang mendorong datangnya hukuman tersebut. Dengan demikian, setiap kesalahan yang dialami peserta didik bersifat mendidik. Maksud tut wuri handayani adalah sebagai pendidik hendaknya mampu menyalurkan dan mengarahkan perilaku dan segala tindakan sisiwa untuk mencapai tujuan pendidikan yang telah dirancang. Implikasi dari penerapan asas ini dalam pendidikan adalah sebagai berikut :

1) Seorang pendidik diharapkan memberikan kesempatan kepada siswa untuk mengemukakan ide dan prakarsa yang berkaitan dengan mata pelajaran yang diajarkan.
2) Seorang pendidik berusaha melibatkan mental siswa yang maksimal didalam mengaktualisasikan pengalaman belajar.
3) Peranan pendidik hanyalah bertugas mengarahkan siswa, sebagai fisilitator, motivator dan pembimbing dalam rangka mencapai tujuan belajar.
4) Dalam proses belajar mengajar dilakukan secara bebas tetapi terkendali, interaksi pendidik dan siswa mencerminkan hubungan manusiawi serta merangsang berfikir siswa, memanfaatkan bermacam-macam sumber, kegiatan belajar yang dilakukan siswa bervariasi, tetapi tetap dibawah bimbingan guru.
Dalam kaitan penerapan asas Tut Wuri Handayani, dapat dikemukakan beberapa keadaan yang ditemui sekarang, yakni:
1)   peserta didik mendapat kebebasan untuk memilih pendidikan dan ketrampilan yang diminatinya di semua jenis, jalur, dan jenjang pendidikan yang disediakan oleh pemerintah sesuai peran dan profesinya dalam masyarakat.
2)      peserta didik mendapat kebebasan untuk memilih pendidikan kejuruan yang diminatinya agar dapat mempersiapkan diri untuk memasuki lapangan kerja bidang tertentu yang diinginkannya.
3)  peserta didik yang memiliki kelainan atau cacat fisik atau mental memperoleh kesempatan untuk memilih pendidikan dan ketrampilan sesuai dengan cacat yang disandang agar dapat bertumbuh menjadi manusia yang mandiri,
4)      peserta didik di daerah terpencil mendapat kesempatan untuk memperoleh pendidikan dan ketrampilan agar dapat berkembang menjadi manusia yang memiliki kemampuan dasar yang memadai sebagai manusia yang mandiri.Ketiga asas tersebut sebagai semboyang dalam pendidikan merupakan satu kesatuan asas yang telah  menjadi asas penting dalam pendidikan di Indonesia. Pendidikan juga mengandung makna mengembangkan kodrat alam anak dengan tuntutan agar anak didik dapat mengembangkan kehidupan lahir dan bathin menjadi subur dan selamat, dan perkembangan peserta didik harus senantiasa diikuti dengan memberi bantuan pada saat anak membutuhkan.
dengan awas).
Tut wuri handayani artinya seorang yang harus memiliki keinginan dan bisa memberikan motivasi kepada orang lain dari belakang. Dalam konteks pendidikan ini berkaitan dengan peran guru dalam mendorong semangat belajar murid. Kalimat Tut Wuri Handayani berasal dari gabungan kata Tut Wuri yang berarti mengikuti dari belakang. Kemudian kata Handayani yang berarti sumbangasih dorongan moral dan motivasi.Sehingga semboyan tersebut memiliki makna sikap seseorang yang senantiasa memberikan dorongan moral atau motivasi dari belakang kepada orang lain. Sebuah dorong moral dan motivasi merupakan salah satu kebutuhan manusia dalam menjalani hidup. Bila seseorang telah kehilangan motivasi maka dia akan cenderung melakukan hal-hal yang kurang bermanfaat. [1]
( By : Fenisya Alfiana )

[1] Umar Tirtarahardja dan S,L.La Solo, Pengantar Pendidikan, ( Cet. 2, Jakarta,
PT. Rineka Cipta), 2008), h. 117.
[2] Abdul Kadir dkk,Dasar-Dasar Pendidikan, (Jakarta: Prenada Media Group,2012),h 107.
[3] Junaid, Hamzan. 2012. Sumber ,Azas dan Landasan Pendidikan. Sulesana. 2 (07). h 94-95.
[4] Umar Tirtarahardja,op.cit. h. 117.
[5] Junaid, Hamzan, Op.cit, h. 95.


[1] Rubino Rubiyanto, dkk, Landasan Pendidikan,( Cet. I, Surakarta;
Muhammadiyah University Press, 2003).h .31.
[2] Ibid,h.32.

 Ibid,h. 33.

0 komentar:

Post a Comment

Search This Blog