Pages

Wednesday, September 11, 2019

STRATEGI PEMBELAJARAN KOOPERATIF


STRATEGI PEMBELAJARAN KOOPERATIF

Salah satu pendekatan atau strategi pembelajaran yang memungkinkan tercapainya tujuan-tujuan pembelajaran sekaligus penguasaan nilai-nilai tersebut adalah  strategi pembelajaran kooperatif (cooperative learning). Pembelajaran kooperatif merupakan strategi yang tepat untuk mengembangkan nilai-nilai sosial tersebut sekaligus mencapai tujuan-tujuan kognitif. Bagaimana pembelajaran kooperatif dapat mengembangkan atau meningkatan penguasaan dan penerapan kedua aspek tersebut sekaligus dapat diuraikan sebagai berikut.


A.    Pengertian Pembelajaran Kooperatif
Sejak diterapkannya pertama kali di Universitas John Hopkins, pembelajaran kooperatif telah dikembangkan secara intensif melalui berbagai penelitian yang bertujuan untuk meningkatkan kerjasama akademik antar siswa, membentuk hubungan positif, mengembangkan rasa percaya diri, serta meningkatkan kemampuan akademik melalui aktivitas belajar kelompok.[1]
Para ahli dan peneliti pembelajaran kooperatif, mendefinisikan bahwa pembelajaran kooperatif pada intinya adalah suatu strategi pembelajaran yang terstruktur secara sistematis di mana siswa-siswa bekerjasama dalam kelompok-kelompok kecil dengan anggota antara empat sampai lima orang secara heterogen untuk mencapai tujuan-tujuan bersama.
Cooperative learning merujuk pada berbagai macam model pembelajaran di mana para siswa bekerja sama dalam kelompok-kelompok kecil yang terdiri dari berbagai tingkat prestasi, jenis kelamin, dan latar belakang etnik yang berbeda untuk saling membantu satu sama lain dalam mempelajari materi pelajaran. Dalam kelas kooperatif, para siswa diharapkan dapat saling membantu, saling mendiskusikan, dan
berargumentasi untuk mengasah pengetahuan yang mereka kuasai saat itu dan menutup kesenjangan dalam pemahaman masing-masing. Cooperative learning lebih dari sekedar belajar kelompok karena dalam model pembelajaran ini harus ada struktur dorongan dan tugas yang bersifat kooperatif sehingga memungkinkan terjadi interaksi secara terbuka dan hubungan-hubungan yang bersifat interdependensi efektif antara anggota kelompok.[2]
Agus Suprijono mengemukakan bahwa pembelajaran kooperatif adalah konsep yang lebih luas meliputi semua jenis kerja kelompok termasuk bentuk-bentuk yang lebih dipimpin oleh guru atau diarahkan oleh guru. Secara umum pembelajaran kooperatif dianggap lebih diarahkan oleh guru, di mana guru menetapkan tugas dan pertanyaan-pertanyaan serta menyediakan bahan-bahan dan informasi yang dirancang
untuk membantu siswa menyelesaikan masalah yang dimaksudkan. Guru biasanya menetapkan bentuk ujian tertentu pada akhir tugas.[3]
Anita Lie menguraikan model pembelajaran kooperatif ini didasarkan pada falsafah homo homini socius. Berlawanan dengan teori Darwin, filsafat ini menekankan bahwa manusia adalah makhluk sosial. Dialog interaktif (interaksi sosial) adalah kunci seseorang dapat menempatkan dirinya di lingkungan sekitar. Panintz (Agus Suprijono, 2009: 54) menjelaskan bahwa pembelajaran kooperatif adalah konsep yang lebih luas meliputi semua jenis kerja kelompok termasuk bentuk-bentuk yang lebih dipimpin oleh guru atau diarahkan oleh guru. Secara umum pembelajaran kooperatif dianggap lebih diarahkan oleh guru, di mana guru menetapkan tugas dan pertanyaan-pertanyaan serta menyediakan bahan-bahan dan informasi yang dirancang
untuk membantu siswa menyelesaikan masalah yang dimaksud. Guru biasanya menetapkan bentuk ujian tertentu pada akhir tugas.[4]
Dari beberapa definisi yang dikemukakan oleh para ahli di atas, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa pembelajaran kooperatif adalah model pembelajaran yang menempatkan siswa dalam kelompok-kelompok kecil yang anggotanya bersifat heterogen, terdiri dari siswa dengan prestasi tinggi, sedang, dan rendah, perempuan dan laki-laki dengan latar belakang etnik yang berbeda untuk saling membantu dan bekerja sama mempelajari materi pelajaran agar belajar semua anggota maksimal.
Mengacu pengertian tersebut, dapat disimpulkan bahwa suatu pembelajaran dikatakan merupakan pembelajaran kooperatif jika pembelajaran tersebut mencerminkan karakteristik sebagai berikut: a) siswa-siswa belajar dalam kelompok kecil yang terdiri atas empat sampai enam anggota dengan level dan latar belakang yang bervariasi, b) siswa-siswa melakukan interaksi sosial satu sama lain dalam bentuk diskusi, curah pendapat, dan sejenisnya, c) tiap-tiap individu memiliki tanggungjawab dan sumbangannya bagi pencapaian tujuan belajar baik tujuan individu maupun kelompok, d) dan guru lebih berperan sebagai fasilitator dan coacher dalam proses pembelajaran.
B.     Tujuan Pembelajaran Kooperatif
Tujuan yang paling penting dari model pembelajaran kooperatif adalah untuk memberikan para siswa pengetahuan, konsep, kemampuan, dan pemahaman yang mereka butuhkan supaya bisa menjadi anggota masyarakat yang bahagia dan memberikan kontribusi. Wisenbaken mengemukakan bahwa tujuan model pembelajaran kooperatif adalah menciptakan norma-norma yang proakademik di antara para siswa, dan norma-norma pro-akademik memiliki pengaruh yang amat penting bagi pencapaian siswa.[5]
C.    Manfaat Strategi Pembelajaran Kooperatif
Sadker menjabarkan beberapa manfaat pembelajaran kooperatif. Selain itu, meningkatkan keterampilan kognitif dan afektif siswa, pembelajaran kooperatif juga memberikan manfaat-manfaat besar lain seperti berikut ini.
1.      Siswa yang diajari dengan dan dalam struktur-struktur kooperatif akan memperoleh hasil pembelajaran yang lebih tinggi;
2.      Siswa yang berpartisipasi dalam pembelajaran kooperatif akan memiliki sikap harga-diri yang lebih tinggi dan motivasi yang lebih besar untuk belajar;
3.       dengan pembelajaran kooperatif, siswa menjadi lebih peduli pada teman-temannya,
4.      Dan di antara mereka akan terbangun rasa ketergantungan yang positif (interdependensi positif) untuk proses belajar mereka nanti;
5.      Pembelajaran kooperatif meningkatkan rasa penerimaan siswa terhadap teman-temannya yang berasal dari latar belakang ras dan etnik yang berbeda-beda.[6]
D.    Ciri-Ciri Strategi Pembelajaran Kooperatif
Isjoni memaparkan beberapa ciri-ciri pembelajaran kooperatif yaitu sebagai berikut.
1)      Setiap anggota memiliki peran;
2)      Terjadi hubungan interaksi langsung di antara siswa
3)       Setiap anggota kelompok bertanggung jawab atas belajarnya dan juga teman-teman sekelompoknya;
4)       Guru membantu mengembangkan keterampilan-keterampilan interpersonal kelompok,
5)      Guru hanya berinteraksi dengan kelompok saat diperlukan.[7]
Beberapa elemen yang menjadi karakteristik pembelajaran kooperatif (menurut para ahli pembelajaran    kooperatif)    tersebut    adalah:   
a.       Saling    ketergantungan    positif (positive interdependence),
b.      Interaksi tatap muka (face-to-face promotive interaction),
c.       Tanggungjawab individual (individual accountability,
d.      Keterampilan-keterampilan kooperatif (cooperative skills),
e.       Proses kelompok (group proces),
f.        Pengelompokan siswa secara heterogen, dan
g.      Kesempatan yang sama untuk sukses (equal opportunities for success). 
Dengan kata lain, dalam pembelajaran kooperatif terdapat saling ketergantungan positif di antara siswa untuk mencapai tujuan pembelajaran. Setiap siswa mempunyai kesempatan yang sama untuk sukses. Aktivitas belajar berpusat pada siswa dalam bentuk diskusi, mengerjakan tugas bersama, saling membantu dan saling mendukung dalam memecahkan masalah. Melalui  interaksi belajar yang efektif siswa lebih termotivasi, percaya diri, mampu menggunakan strategi berpikir tingkat tinggi, serta mampu membangun hubungan interpersonal. Model atau strategi pembelajaran kooperatif memungkinkan semua siswa menguasai materi pada tingkat penguasaan yang relatif sama.[8]
Tiga konsep sentral yang menjadi karakteristik pembelajaran kooperatif sebagaimana dikemukakan Slavin yaitu penghargaan kelompok, pertanggung jawaban individu, dan kesempatan yang sama untuk berhasil.
1.      Penghargaan kelompok
Pembelajaran kooperatif menggunakan tujuan-tujuan kelompok untuk memperoleh penghargaan kelompok. Penghargaan kelompok diperoleh jika kelompok mencapai skor di atas kriteria yang ditentukan. Keberhasilan kelompok didasarkan pada penampilan individu sebagai anggota kelompok dalam menciptakan hubungan antar personal yang saling mendukung, saling membantu, dan saling peduli.
2.      Pertanggung jawaban individu
Keberhasilan kelompok tergantung dari pembelajaran individu dari semua anggota kelompok. Pertanggungjawaban tersebut menitik beratkan pada aktivitas anggota kelompok yanng saling membantu dalam belajar. Adanya pertanggungjawaban secara individu juga menjadikan setiap anggota siap untuk menghadapi tes dan tugas-tugas lainnya secara mandiri tanpa bantuan teman sekelompoknya.
3.      Kesempatan yang sama untuk mencapai keberhasilan
Pembelajaran kooperatif menggunakan metode skoring yang mencakup nilai perkembangan berdasarkan peningkatan prestasi yang diperoleh siswa dari yang terdahulu. Dengan menggunakan metode skoring ini setiap siswa baik yang berprestasi rendah, sedang, atau tinggi sama-sama memperoleh kesempatan untuk berhasil dan melakukan yang terbaik bagi kelompoknya.[9]
Karakteristik pembelajaran kooperatif yaitu : 
a)      Pembelajaran Secara Tim
Pembelajaran kooperatif adalah pembelajaran secara tim. Tim merupakan tempat untuk mencapai tujuan, oleh karena itu, tim harus mampu membuat setiap siswa belajar. Semua anggota tim harus saling membantu untuk mencapai tujuan pembelajaran. Untuk itulah, kriteria keberhasilan pembelajaran yang ditentukan oleh keberhasilan tim.
Setiap kelompok bersifat heterogen : artinya, kelompok terdiri atas anggota yang memiliki kemampuan akademik, jenis kelamin, dan latar belakang sosial yang berbeda. Hal ini dimaksudkan agar setiap anggota kelompok dapat saling memberikan pengalaman, saling memberi dan menerima, sehingga diharapkan setiap anggota dapat memberikan kontribusi terhadap keberhasilan kelompok.
b)      Didasarkan pada Manajemen Kooperatif
Sebagaimana pada umumnya, manajemen mempunyai empat fungsi pokok, yaitu fungsi perencanaan, fungsi organisasi, fungsi pelaksanaan, dan fungsi kontrol. Demikian juga dalam pembelajaran koopiratif fungsi perencanaan menunjukkan bahwa pembelajaran kooperatif memerlukan perencanaan yang matang agar proses pembelajaran berjalan secara efektif. ini misalnya tujuan apa yang harus dicapai, bagaimana cara mencapainya, apa yang harus digunakan untuk mencapai tujuan itu dan lain sebagainya. Fungsi pelaksanaan menunjukkan bahwa pembelajaran kooperatif harus dilaksanakan sesuai dengan perencanaan, melalui langkah-langkah pembelajaran yang sudah ditentukan termasuk ketentuan-ketentuan yang sudah disepakati bersama. Fungsi organisasi menunjukkan bahwa pembelajaran kooperatif adalah pekerjaan bersama antar setiap anggota kelompok, oleh sebab itu perlu diatur tugas dan tanggung jawab setiap anggota kelompok. Fungsi kontrol menunjukkan bahwa dalam pembelajaran kooperatif perlu ditentukan kriteria keberhasilan baik melalui tes maupun nontes.
c)      Kemauan untuk Bekerja Sama
Keberhasilan pembelajaran kooperatif ditentukan oleh keberhasilan secara kelompok. Oleh sebab itu, prinsip bekerja sama perlu ditekankan dalam proses pembelajaran kooperatif. Setiap anggota kelompok bukan saja harus diatur tugas dan tanggung jawab masing-masing, akan tetapi juga ditanamkan perlunya saling membantu, ini misalnya yang pintar perlu membantu yang kurang mampu.
d)      Keterampilan Bekerja Sama
Kemauan untuk bekerja sama itu kemudian dipraktikkan melalui aktivitas dan kegiatan yang tergambarkan dalam keterampilan bekerja sama. Dengan demikian, siswa perlu didorong untuk mau dan sanggup berinteraksi dan berkornunikasi dengan anggota lain. Siswa perlu dibantu mengatasi berbagai hambatan dalam berinteraksi dan berkomunikasi, sehingga setiap siswa dapat menyampaikan ide, mengemukakan pendapat, dan memberikan kontribusi kepada keberhasilan kelompok.[10]

E. Keunggulan dan Kelemahan Pembelajaran Kooperatif

1.      Keunggulan pembelajaran cooperatif
Mulyadiana menyatakan bahwa keunggulan pembelajaran kooperatif sebagai suatu strategi pembelajaran di antaranya :
a)      Melalui pembelajaran kooperatif siswa diharapkan tidak terlalu berharap pada guru, akan tetapi dapat menambah kepercayaan kemampuan berpikir sendiri sehingga menemukan informasi dan berbagai sumber dan belajar dan siswa yang lain.
b)      Pembelajaran kooperatif dapat mengembangkan kemampuan mengungkapkan ide atau gagasan dengan kat-kata secara verbal dan membandingkannya dengan ide-ide orang lain.
c)      Pembelajaran kooperatif dapat membantu anak untuk respek pada orang lain dan menyadari akan segala keterbatasannya serta menerima segala perbedaan.
d)      Pembelajaran kooperatif dapat membantu memberdayakan setiap siswa untuk lebih bertanggung jawab dalam belajar.
e)      Pembelajaran kooperatif merupakan suatu strategi yang cukup ampuh untuk meningkatkan  prestasi akadernik dan non akademik
f)        Melalui pembelajaran kooperatif dapat mengembangkan kemampuan siswa untuk menguji ide dan pemahamannya sendiri, menerima umpan balik.
g)      Pembelajaran kooperatif dapat meningkatkan kemampuan siswa menggunakan informasi dan kemampuan belajar abstrak menjadi nyata (riil)[11].
2.      Keterbatasan Pembelajaran Kooperatif
Mulyadiana menyatakan bahwa pembelajaran kooperatif memiliki keterbatasan, di antaranya :
a)      Untuk memahami dan mengerti filosofis pembelajaran kooperatif memang butuh waktu karena terdapat perbedaan antara siswa yang memiliki kelebihan dan siswa yang merasa kurang.
b)       Ciri utama dari pembelajaran kooperatif adalah bahwa siswa saling bekerjasama dalam memecahkan permasalahan.
c)      Penilaian yang diberikan dalam pembelajaran kooperatif didasarkan kepada hasil kerja kelompok.
d)      Keberhasilan pembelajaran kooperatif dalam upaya mengembangkan kesadaran berkelompok memerlukan periode waktu yang cukup panjang.
e)      Kemampuan bekerja sama merupakan kemampuan yang sangat penting untuk siswa, akan tetapi banyak aktivitas dalam kehidupan yang hanya didasarkan kepada kemampuan secara individual.[12]
F. Langkah-Langkah Pembelajaran Kooperatif

Fase
Kegiatan Guru
Fase 1 : Present goals and set Menyampaikan        tujuan       dan mempersiapkan siswa
Menjelaskan tujuan pembelajaran dan mempersiapkan siswa siap belajar
Fase 2 : Present information
Menyajikan informasi
Mempresentasikan informasi kepada siswa secara verbal
Fase 3 : Organize students into learning teams
Mengorganisir siswa ke dalam tim-tim belajar
Memberikan penjelasan kepada siswa tentang tata cara pembentukan tim belajar dan membantu kelompok melakukan transisi yang efisien


Fase 4 : Assist team work and studeny
Membantu kerja tim dan belajar
Membantu    tim-tim    belajar    selama siswa mengerjakan tugasnya
Fase 5 : Test on the materials
Mengevaluasi
Menguji pengetahuan siswa mengenai berbagai    materi    pembelajaran    atau kelompok-kelompok mempresentasikan hasil kerjanya
Fase 6 : Provide recognition Memberikan      pengakuan      atau penghargaan
Mempersiapkan cara untuk mengakui usaha dan prestasi individu maupun kelompok
Sumber: Slavin, 2008
            G. Perbedaan Pembelajaran Kooperatif dengan Konvensional

Kelompok Belajar Kooperatif
Kelompok Belajar Tradisional
Adanya saling ketergantungan positif, saling membantu dan saling memberikan motivai sehingga ada interaksi promotif.
Guru sering membiarkan adanya siswa yang mendominasi kelompok atau menggantungkan diri pada kelompok.
Adanya akuntabilitas individual yang mengukur penguasaan materi pelajaran tiap anggota kelompok. Kelompok diberi umpan balik tentang hasil belajar para anggotanya sehingga dapat saling mengetahui siapa yang memerlukan bantuan dan siapa yang dapat memberikan bantuan.
Akuntabilitas individual sering diabaikan sehingga tugas- tugas sering diborong oleh salah seorang anggota kelompok, sedangkan anggota kelompok lainnya hanya ‘enak-enak saja’ diatas keberhasilan temannya yang dianggap ‘ pemborong’.
Kelompok belajar heterogen, baik dalam kemampuan akademik, jenis kelamin, ras, etnik, dsb sehingga dapat saling mengetahui siapa yang memerlukan bantuan dan siapa yang dapat memberikan bantuan.
Kelompok belajar biasanya homogeny
Pimpinan kelompok dipilih secara demokratis atau bergilir untuk memberikan pengalaman memimpin bagi para anggota kelompok.
Pemimpin kelompok sering ditentukan oleh guru atau kelompok dibiarkan untuk memilih pemimpinnya dengan cara masing-masing.
Ketrampilan social yang diperlukan dalam kerja gotong royong seperti kepemimpinan, kemampuan berkomu nikasi, mempercayai orang lain dan mengelola konflik secara langsung diajarkan.
Ketrampilan sosial sering tidak diajarkan secara langsung.
Pada saat belajar kooperatif sedang berlangsung, guru terus melakukan pemantauan melalui observasi dan melakukan intervensi jika terjadi masalah dalam kerja sama antar anggota kelompok.
Pemantauan melalui observasi dan intervensi sering dilakukan oleh guru pada saat belajarkelompok sedang berlangsung.
Guru memperhatikan secara langsung proses kelompok yang terjadi dalam kelompok – kelompok belajar.
Guru sering tidak memperhatikan proses kelompok yang terjadi dalam kelompok – kelompok belajar.
Penekanan tidak hanya pada penyelesaian tugas tetapi juga hubungan interpersonal (hubungan antar pribadi yang saling menghargai).
Penekanan sering hanya pada penyelesaian tugas.
                                                   sumber: Slavin, 2008

H. Metode Pembelajaran Kooperatif

1.      Metode STAD ( Student Achievement Divisions ) 
Metode ini dikembangkan oleh Robert Slavin dan kawan – kawan dari universitas John Hopkins. Metode ini digunakan para guru untuk mengajarkan informasi akademik baru kepada siswa setiap minggu, baik melalui penilaian verbal maupun tertulis. Langkah – langkahnya : 
a)    Para siswa di dalam kelas dibagi menjadi beberapa kelompok atau tim, masing – masing terdiri atas 4 atau 5 anggota. Tiap kelompok memiliki anggota yang heterogen, baik jenis kelamin, ras, etnik, maupun kemampuan ( tinggi, sedang, rendah ).
b)    Tiap anggota tim/kelompok menggunakan lembar kerja akademik dan kemudian saling membantu untuk menguasai bahan ajar melalui tanya jawab atau diskusiantar sesama anggota tim/ kelompok.
c)    Secara individual atau tim, tiap minggu atau tiap dua minggu akan mengevaluasi untuk mengetahui penguasaan mereka terhadap bahan akademik yang telah dipelajari.
d)    Tiap siswa dan tiap tim diberi skor atas penguasaannya terhadap bahan ajar, dan kepada siswa secara individual atau tim yang meraih prestasi tinggi atau memperoleh skor sempurna diberi penghargaan. Kadang – kadang beberapa atau semua tim memperoleh penghargaan jika mampu meraih suatu criteria atau srandar tertentu.[13]
2.      Metode Jigsaw
Langkah – langkahnya :
a)      Kelas dibagi menjadi beberapa tim yang anggotanya terdiri 4 atau 5 siswa dengan karakteristik yang heterogen.
b)       Bahan akademik disajikan kepada siswa dalam bentuk teks dan setiap siswa bertanggung jawab untuk mempelajari suatu bagian dari bahan akademik tersebut.
c)       Para anggota dari beberapa tim yang berbeda memiliki tanggung jawab untuk mempelajari suatu bagian akademik yang sama dan selanjutnya berkumpul untuk saling membantu mengkaji bagian bahan tersebut (kelompok pakar / expert group).
d)       Selanjutnya para siswa yang berada dalam kelompok pakar kembali ke kelompok semula ( home teams )untuk mengajar anggota lain mengenai materi yang telah dipelajari dalam kelompok pakar.
e)      Setelah diadakan pertemuan dan diskusi dalam “ home teams “ para siswa dievaluasi secara individual mengenai bahan yang telah dipelajari.[14]
3.      Metode GI ( Group Investigation )
Dalam metode ini siswa dilibatkan sejak perencanaan baik dalam menentukan topik maupun mempelajari melalui investigasi. Dalam metode ini siswa dituntut  untuk memiliki kemampuan yang baik dalam komunikasi dan proses memiliki kelompok. Langkah-langkahnya :
a)      Seleksi topik
b)      Merencanakan kerjasama
c)      Implementasi
d)      Analisis dan sintesis
e)      Penyajian hasil akhir
f)       Evaluasi selanjutnya[15]
4.      Metode struktural
Metode ini dikembangkan oleh Spencer Kagan, yang menekankan pada struktur – struktur khusus yang dirancang untuk mempengaruhi pola – pola interaksi siswa. Contoh teknik pembelajaran metode struktural yaitu :
a.      Mencari Pasangan ( Make a Match )
Dikembangkan oleh Larana Curran, dimana keunggulan teknik ini adalah siswa mencari pasangan sambil belajar mengenai suatu konsep atau topic dalam suasana yang menyenangkan. Langkah – langkahnya :
1)      Guru menyiapkan beberapa kartu yang berisi beberapa konsep atau topik yang cocok untuk sesi review ( persiapan menjelang tes atau ujian ).
2)       Setiap siswa mendapat satu buah kartu.
3)       Setiap siswa mencari pasangan yang mempunyai kartu yang cocok dengan kartunya.
4)       Siswa bisa juga bergabung dengan dua atau tiga siswa lain yang memegang kartu yang cocok.
5)      Para siswa mendiskusikan penyelesaian tugas secara bersama – sama.
6)       Presentasi hasil kelompok atau kuis.
b.      Dua Tinggal Dua Tamu ( Two Stay Two Stay )
Langkah-langkahnya :
1)      Siswa dibagi ke dalam beberapa kelompok berempat.
2)       Siswa bekerjasama dalam kelompok berempat seperti biasa.
3)       Setelah selesai, dua orang dari masing – masing kelompok akan meninggalkan kelompoknya dan masing – masing bertamu ke dua kelompok lain.
4)      Dua orang yang tinggal dalam kelompok bertugas membagikan hasil kerja dan informasi mereka ke tamu mereka.
5)      Tamu mohon diri dan kembali ke kelompok mereka sendiri dan melaporkan temuan mereka dari kelompok lain.
6)      Kelompok mencocokan dan membahas hasil – hasil kerja mereka.
c.       Keliling Kelompok
Langkah – langkahnya :
1)      Salah satu siswa dalam masing-masing kelompok memulai dengan memberikan pandangan dan pemikirannya mengenai tugas yang sedang mereka kerjakan.
2)       Siswa berikutnya juga ikut memberikan kontribusinya
3)      Demikian seterusnya. Giliran bicara bisa dilaksanakan menurut arah perputaran jarum jam atau dari kiri ke kanan.
5.      Think – Pair – Share
Langkah-langkah :
a)      Thinking : guru mengajukan pertanyaan atau isu terkait dengan pelajaran untuk dipikirkan oleh peserta didik.
b)      Pairing : guru meminta peserta didik berpasang – pasangan. Member kesempatan kepada pasangan – pasangan untuk berdiskusi.
c)      Sharing : hasil diskusi intersubjektif di tiap – tiap pasangan hasilnya dibicarakan dengan pasangan seluruh kelas. Dalam kegiatan ini diharapkan terjadi tanya jawab yang mendorong pada pengkonstuksian pengetahuan secara integratif.
6. Numbered Heads Together
Langkah – langkahnya :
a)      Guru membagi kelas menjadi kelompok – kelompok kecil
b)      Guru mengajukan beberapa pertanyaan yang harus dijawab oleh tiap – tiap kelompok. Pada kesempatan ini tiap – tiap kelompok menyatukan kepalanya “ Heads Together” berdiskusi memikirkan jawaban.
c)      Guru memanggil paserta didik yang memiliki nomor yang sama dari tiap – tiap kelompok dan memberi kesempatan untuk menjawab.
d)      Guru mengembangkan diskusi lebih mendalam, sehingga peserta didik dapat menemukan jawaban pertanyaan itu sebagai pengetahuan yang utuh.
7.  The Power of Two
Langkah – langkahnya :
a)      Ajukan pertanyaan yang membutuhkan pemikiran yang kritis.
b)      Minta peserta didik menjawab pertanyaan yang diterimanya secara perorangan.
c)       Minta peserta didik mencari pasangan, dan masing – masing saling menjelaskan jawabannya kemudian menyusun jawaban baru yang disepakati bersama.
d)      Membandingkan jawaban – jawaban tersebut dengan pasangan lain sehingga paserta didik dapat mengembangkan pengetahuan yang lebih integrative.
e)      Buat rumusan – rumusan rangkuman sebagai jawaban – jawaban atas pertanyaan yang telah diajukan. Rumusan tersebut merupakan konstruksi atas keseluruhan pengetahuan yang telah dikembangkan selama diskusi.
8. Listening Team
Langkah-langkahnya :
a)      Diawali dengan pemaparan meteri pembelajaran oleh guru.
b)      Guru membagi kelas menjadi kelompok – kelompok dan setiap kelompok memiliki peran masing – masing, misalnya:
Kelompok 1 : kelompok penanya
Kelompok 2 : kelompok penjawab dengan perspektif tertentu
Kelompok 3 : kelompok penjawab dengan perspektif yang berbeda dari kelompok 2
Kelompok 4 : kelompok yang bertugas mereview dan membuat   kesimpulan dari hasil diskusi.
c)      Munculkan diskusi yang aktif karena adanya perbedaan pemikiran sehingga dikusi menjadi berkualitas.
d)      Penyampaian berbagai kata kunci atau konsep yang telah dikembangkan oleh peserta didik dalam diskusi.[16]









[1]Isjoni, Cooperative Learning Mengembangkan Kemampuan Belajar Berkelompok, (Bandung : Alfabeta, 2009), hlm 25.

[2]Slavin R. E, Coopertative Learning Teori, Riset, dan Praktik, (Bandung : Nusa Media, 2008), hlm 107
[3]Isjoni, Op. Cit, hlm 33
[4] Slavin, Op. Cit, hlm. 150
[5] Ibid, hlm. 165
[6] Ibid, hlm. 178
[7]Isjoni, Op. Cit., hlm 77
[8]Lie, A,  Cooperative Learning, Mempraktekan Cooperative Learning di Ruang-ruang Kelas. (Jakarta : Grasindo, 2007), hlm 68
[9] Ibid, hlm. 88
[10] Slavin, Op. Cit., hlm 178
[11]Lie, Op. Cit., hlm 89
[12] Ibid, hlm 97
[13] Mudjiono Dimyati, Belajar dan Pembelajaran, (Jakarta: Rineka Cipta, 2006), hlm 79
[14]Isjoni, Op. Cit., hlm 49
[15]Ibid, hlm. 88
[16] Ibid, hlm 102-107.

0 komentar:

Post a Comment

Search This Blog