Pages

Wednesday, July 3, 2019

TEORI PEMBELAJARAN


TEORI PEMBELAJARAN
      Belajar merupakan proses perbuatan yang dilakukan dengan sengaja, yang kemudian menimbulkan perubahan, yang keadaannya berbeda dari perbuatan yang ditimbulkan oleh lainnya. Winkel berpendapat bahwa belajar adalah semua aktivitas mental atau  psikis yang berlangsung dalam interaksi aktif dalam lingkungan, yang menghasilkan perubahan-perubahan dalam pengelolaan pemahaman. Berdasarkan pengertian belajar menurut ahli, maka penulis dapat menyimpulkan bahwa belajar adalah suatu perubahan dalam tingkah laku dan penampilan sebagai hasil dari praktik dan pengalaman. Jadi, teori belajar adalah sebuah konsep yang abstrak yang membantu peserta didik untuk belajar.[1]
            Belajar menurut Gagne dalam bukunya The Conditions of Learning 1977, belajar merupakan sejenis perubahan yang diperlihatkan dalam perubahan tingkah laku, yang keadaaannya berbeda dari sebelum individu berada dalam situasi belajar dan sesudah melakukan tindakan yang serupa itu. Perubahan terjadi akibat adanya suatu pengalaman atau latihan. Berbeda dengan perubahan serta-merta akibat refleks atau perilaku yang bersifat naluriah.[2]
          Dengan berkembangnya psikologi dalam pendidikan, maka bersamaan dengan itu bermunculan pula berbagai teori tentang belajar. Di dalam masa perkembangan psikologi pendidikan ini muncullah beberapa aliran psikologi pendidikan, diantaranya yaitu :
1.      Teori Belajar Behaviorisme
            Teori behavioristik adalah sebuah teori tentang perubahan tingkah laku sebagai hasil dari pengalaman. Teori ini lalu berkembang menjadi aliran psikologi belajar yang berpengaruh terhadap arah pengembangan teori dan praktik pendidikan dan pembelajaran yang dikenal sebagai aliran behavioristik. Aliran ini menekankan pada terbentuknya perilaku yang tampak sebagai hasil belajar.
Menuru teori behavior,  belajar adalah perubahan tingkah laku sebagai akibat dari adanya interaksi antara stimulus dan respon. Seseorang telah dianggap belajar sesuatu jika ia dapat menunjukkan perubahan tingkah lakunya. Menurut teori ini yang terpenting adalah masukan atau input yang berupa stimulus dan keluaran atau otput yang berupa respon.
            Teori behavioristik dengan model dan hubungan stimulus-responnya, mendudukkan orang yang belajar sebagai individu yang pasif. Respon atau perilaku tertentu dengan menggunakan metode pelatihan atau pembiasaan semata. Munculnya perilaku akan semakin kuat bila diberikan penguatan dan akan menghilang bila dikenai hukuman.
            Menurut teori belajar tingkah laku atau aliran behaviorisme,belajar adalah perubahan dalam tingkah laku sebagai akibat dari inter-aksi antara stimulus dan respon. Beberapa ahli yang mendukung teori belajar tingkah laku ialah John Watson, Edward Thorndike, dan B.F Skinner.
a.       Edward Thorndike
      Thorndike adalah ahli yang berpendapat bahwa pengalaman adalah sumber gagasan-gagasan dan hanya tingkah laku nyata saja yang dapat dipelajari.Dalam hal ini dia berpendapat bahwa belajar dapat terjadi kalau ada stimulus dan ada respon individu yang belajar( disebut sebagai teori stimulus dan respon(S-R)). Menurut Thorndike,ada tiga hukum pokok yang berlaku dalam proses belajar dan pembelajaran yaitu: 1) hukum kesiapan, 2) hukum akibat, 3) hukum latihan.[3]
      Menurut teori ini, belajar adalah pembentukan atau penguatan hubungan antara stimulus dan respon. Thorndike menekankan bahwa belajar terdiri atas pembentukan ikatan atau hubungan-hubungan antara stimulus-respons yang terbentuk melalui pengulangan.[4] Teori  ini dimunculkan sebagai hasil eksperimen yang dilakukan oleh thorndike. Beliau melakukan percobaan pada seekor kucing muda. Kucing itu dibiarkan kelaparan dalam kurungan yang pintunya berjeruji. Kurungan kucing itu diberi beberapa tombol. Apabila salah satu tombolnya terpijit,  pintu itu akan terbuka dengan sendirinya. Sementara itu, di luar kurungan disediakan makanan yang diletakkan dalam sebuah piring. Kucing mulai beraksi. Ia bergerak kesana kemari dan mencoba untuk keluar dari kurungan. Tidak beberapa lama tanpa disengaja kucing tersebut menyentuh tombol pembuka pintu. Dengan girang, ia keluar dari kurungan dan menuju tempat makanan tersebut.
Thorndike mencoba beberapa kali hal yang sama pada kucing tersebut. Pada awal percobaan kucing tersebut masih mondar-mandir hingga menyentuh tombol. Namun setelah sekian lama percobaan kucing tersebut tidak mondar-mandir lagi, ia langsung menyentuh tombol pembuka pintu.[5] Dengan demikian thorndike menyimpulkan bahwa proses belajar  melalui dua bentuk, yaitu:
1)   trial and error , mengandung arti bahwa dengan terlatihnya proses belajar dari kesalahan, dan mencoba terus sampai berhasil.
2)   law of effect, mengandung arti bahwa segala tingkah laku yang mengakibatkan suatu keadaan yang memuaskan akan terus diingat dan dipelajari dengan sebaik-baiknya.
b.      B.F Skinner
      Skinner mendeskripsikan hubungan antar stimulus dan respon untuk menjelasakan perubahan tingkah laku dalam hubungannya dengan lingkungan.Pada dasarnya setiap stimulus yang diberikan berinteraksi satu dengan lainnya, dan interaksi ini akhirnya memperoleh respon yang dihasilkan tersebut.[6]
      Dari semua pendukung teori tingkah laku, mungkin teori Skinner lah yang paling besar pengaruhnya terhadap perkembangan teori belajar. Beberapa program pembelajaran seperti Teaching Machine, Mathetics, atau program-program lain yang memakai konsep stimulus, respon, dan faktor penguat, adalah contoh-contoh program yang memanfaatkan teori Skinner.
Prinsip-prinsip Skinner adalah:
·         Hasil belajar harus segera diberitahukan pada siswa jika salah dibetulkan, jika benar diberi penguat.
·         Proses belajar harus mengikuti irama dari yang belajar.Materi pelajaran digunakan sebagai sistem modul.
·         Dalam proses pembelajaran lebih dipentingkan aktivitas sendiri ,tidak digunakan hukuman. Untuk itu lingkungan perlu diubah untuk menghindari hukuman .
·         Dalam pembelajaran digunakan shapping. [7]
c.       Jhon Watson
      Watson adalah pendukung teori belajar tingkah laku yang menyatakan bahwa hanya tingkah laku yang teramati saja yang dapat dipelajari dengan valid dan reliabel.[8]
      Berbeda dengan Thorndike, menurut Watson pelopor yang datang sesudah Thorndike, stimulus dan respon tersebut harus berbentuk tingkah laku yang harus diamati. Dengan kata lain Watson mengabaikan berbagai perubahan mental yang mungkin terjadi dalam belajar dan menganggapnya sebagai faktor yang tidak perlu diketahui. Bukan berarti semua perubahan mental yang terjadi dalam benak siswa tidak penting. Semua itu penting, akan tetapi faktor faktor tersebut tidak bisa menjelaskan apakah proses belajar sudah terjadi atau belum.[9]
2.      Teori Belajar Kognitivism
            Psikologi kognitif lebih menekankan pendidikan sebagai proses internal mental manusia termasuk bagaimana orang berfikir, merasakan, mengingat, dan belajar.[10] Tingkah laku manusia yang tampak tidak dapat diukur dan diterangkan tanpa melibatkan proses mentalnya, seperti motivasi, keyakinan, dan sebagainya. Psikolagi kognitif menyebutkan bahwa belajar adalah peristiwa mental, bukan peristiwa perilaku fisik meskipun hal-hal yang bersifat behavioral kadang-kadang tampak kesat mata dalam setiap peristiwa belajar manusia. Seseorang yang sedang belajar membaca dan menulis, tentu menggunakan perangkat  jasmaniah yaitu mulut dan tangan untuk mengucapkan kata dan menggoreskan pena. Akan tetapi, menggerakkan mulut dan menggoreskan penayang dilakukan bukan sekedar respons atau stimulus yang ada, melainkan yang terpenting karena dorongan mental yang diatur oleh otaknya.
            Kehadiran aliran psikologi kognitif, tampaknya menjadi pengikis aliran behaviorisme  yang selalu menekankan pada aspek perilaku lahir. Teori-teori yang dikemukakan oleh aliran behaviorisme kurang memuaskan para psikolog modern dewasa ini.[11]
            Teori- teori yang berorientasi pada aspek kognitif manusia lebih mementingkan proses belajar daripada hasil belajar.Menurut teori belajar aliran kognitivisme, ilmu pengetahuan yang dimiliki oleh seorang individu terbangun melalui proses interaksi yang berkesi-nambungan dengan lingkungan. Beberapa ahli yang mendukung berkembangnya aliran kognitivisme antara lain:
a)         Jean Piaget
                        Teori Piaget berfokus pada perkembangn pola berpikir mulai dari bayi sampai dewasa.Menurut Piaget, belajar adalah proses aktif dan berkaitan dengan interaksi individu dengan lingkungannya Piaget berpendapat bahwa proses pembelajaran harus disesuaikan dengan tahap perkembangan kognitif yang dilalui oleh seseorang. Tahap perkembangan kognitif ini terbagi menjadi empat tahap ,yaitu tahap sensorimotor (dari usia 0-2 thaun), tahap praoperasional( dari usia 2-7 tahun), tahap operasional konkrit (dari usia 7-11 tahun), dan tahpa operasional-formal (dari usia 11 tahun).Piaget menyatakan bahwa proses belajar berlangsung melalui tiga tahap yakni asimilasi( assimilation), akomodasi (accomodation), dan penyeimbangan ( equilibration).Asimilasi adalah proses penyatuan informasi baru ke struktur kognitif yang sudah ada dalam benak peserta didik.Akomodasi adalah proses penyesuaian struktur kognitif/mental pada karakteristik kejadian atau objek yang dipikirkannya. Dan ekuilibrasi merupakan penyesuaian yang berkesinambungan antara asimilasi dan akomodasi.
b)         David Ausubel
            Menurut Ausubel peserta didik akan belajar dengan baik jika apa yang disebut pengatur kemajuan belajar (advance organizer)di definisikan dan dipersentasikan dengan baik dan tepat kepada mereka.
c)         Jerome Bruner
               Bruner mengusulkan suatu teori yang disebut belajar melalui investigasi bebas(free discovery learning).Menurut teori ini ,proses belajar akan dapat berlangsung aktif , kreatif, efektif dan menyenangkan jika pendidik memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk menemukan suatu aturan termasuk konsep, teori, definisi, dan sebagainya melalui contoh-contoh yang menggambarkan atau mewakili aturan yang menjadi sumbernya. Menurut Bruner belajar memiliki empat komponen yaitu:
·         Rasa ingin tahu dan ketidakpastian
               Bruner menyatakan bahwa pengalaman belajar harus dirancang dengan baik untuk membantu peserta didik agar mau dan mampu belajar. Kondisi sumber belajar yang menantang untuk melakukan eksplorasi adalah “ketidakpastian” yang memicu rasa ingin tahu.
·         Struktur pengetahuan
               Bruner menyatakan bahwa pendidik profesional harus mampu menspesifikasikan pola atau struktur pengetahuan agar dapat lebih mudah diikuti oleh peserta didik.
·         Sekuensi
               Menurut Bruner model penyajian materi pembelajaran sebaiknya berlangsung melalui sekuensi atau tahapan-tahapan tertentu yakni mulai dari tahap Enaktif ( hands-on,concrete), ke tahap ikonik (visual), (dan tahap simbolik (decription or mathematical symbols).
·         Motivasi
               Wolfolk(2004) mendefinisikan motivasi sebagai potensi individual yang berperan dalam mengarahkan dan memelihara perilaku
Kelebihan dan Kekurangan Teori Belajar Kognitif
Teori belajar kognitif dapat menjadikan siswa lebih kreatif dan mandiri, serta dapat membantu siswa memahami bahan belajar secara lebih mudah. Tetapi tori ini tidak menyeluruh untuk semua tingkat pendidikan, sulit untuk dipraktikkan khususnya di tingkat lanjut, dan beberapa prinsip seperti intelegensi sulit dipahami dan pemahamannya masih belum tuntas.[12]

3.      Teori Belajar Humanism
            Teori belajar ini berakar pada karakteristik alami manusia. Pada teori ini berpandangan bahwa manusia memilki kecenderungan untuk mengembangkan potensi diri dan mengaktualisasikan diri sebagai bentuk kebutuhan dasar hidupnya. Beberapa pakar pendudkung teori belajar aliran humanisme adalaha Abraham Maslow, john Dewey, David Kolb, dan Habermas.
1)         John Dewey
Dia meyakini bahwa interaksi manusia dengan lingkungan memberikan kontribusi pada gagasan bahwa belajar adalah bagian dari kegiatan membimbing diri sendiri untuk menemukan sesuatu (self-guided discovery).
2)         Abraham Maslow
                 Dia percaya bahwa manusia tergerak untuk memahami dan menerima dirinya sebisa mungkin.teorinya dikenal dengan teori”hirarki kebutuhan”.
3)         David Kolb
                        Kolb membagi proses belajar ke dalam empat macam, yaitu pengalaman konkrit, pengamatan aktif dan reaktif, konseptualisasi, dan eksperimen aktif.
4)         Habermas
Dia meyakini bahwa belajar sangat dipengaruhi oleh kualitas interaksi dengan lingkungan dan dengan sesama manusia.
Kelebihan Dan Kekurangan Teori Belajar Humanisme
            Teori belajar aliran humanisme sering dikritik karena sifatnya yang terlalu deskriptif. Kelemahan lain adalah sukarnya menerjemahkan teori ini ke dalam langkah-langkah yang lebih praktis dan konkret. Tapi karena sifatnya yang deskriptif itulah maka teori ini seolah-olah memberikan arah bagi proses belajar. Teori humanistik akan sangat membantu kita memahami proses belajar serta melakukan proses belajar dalam dimensi yang lebih luas,jika kita mampu menempatkannya pada konteks yang tepat.
Implikasi Pedagogik Teori Belajar Humanisme
teori belajar aliran humanisme yang penting untuk diperharhatikan oleh guru ialah menekankan peran kepuasan peserta didik dalam belajar sesuai dengan kebutuhan yang dirasakannya.[13]
4.      Teori Belajar Socialism
                        Pemodelan (modeling) merupakan konsep dasar dari teori belajar sosial ini. Umumnya perilaku dan sikap manusia berkembang sebagai hasil mengamati dan mencontoh orang lain yang menjadi model.menurut Bandura, ada empat fase belajar dari pemodelan yaitu: fase perhatian (attentional phase), fase retensi (retention phase), fase reproduksi, dan fase motivasi (motivational phase). Fase perhatian merupakan tahap awal dalam proses belajar melalui pemodelan adalah memberikan perhatian pada suatu model. Fase retensi merupakan fase yang bertanggung jawab atas pengkodean tingkah laku model dan menyimpan kode-kode dalam ingatan. Fase reproduksi yaitu fase dimana bayangan memori akan membimbing penampilan yang sebenarnya dari tingkah laku yang baru dipelajari. Fase motivasi adalah tahap dimana snag pengamat akan meniru model apabila mereka merasa bahwa jika mereka mapu melakukn sesuatu seperti yang dicontohkan oleh model atau gurunyaa itu, maka akan memperoleh penghargaan atau penguatan.
Kelebihan dan Kekurangan Teori Belajar Sosial
            Teori belajar sosial merupakan teori yang bagus dalam pembelajaran karena teori pembelajaran ini berfokus pada situasi yang mempengaruhi prilaku,berfokus pada alat pengamatan, priaku sosial emosional dan motivasi,memberikan pengertian tentang gejala gejala perkembangan anak,serta peranan interaksi antara lingkungan dengan anak.Namun denga diterapkannya teknik peniruan sudah pasti terdapat sebagian individu yang akan meniru tingkah laku negatif.[14]
5.      Teori Belajar Kontruktivisme
            Para pengembang pembelajaran menyatakan konstruktivisme sebagai seperangkat prinsip perancangan pembelajaran. Oleh sebab itu dalam konteks teori belajar, maka smeua pandangan yang memberikan peluang kepada peserta didik untuk membangun sendiri pengetahuan dan keterampilannya secara aktif dengan menggunakan pengetahuan yang telah dimiliki sebelumnya, menjadi bagian dari aliran teori belajar kontruktivisme. Pembelajaran berlandaskan cara pandang kontruktivisme meliputi empat tahap yaitu: 1) tahap apersepsi, 2) tahap eksplorasi, 3) tahap diskusi dan penjelasan konsep, 4)tahap pengembangan dan aplikasi konsep (Horsley,1990).
Implikasi Tori Belajar Kontuktivisme
            Peserta didik memiliki kemampuan berfikir untukmenyelesaikan persoalan yang dihadapi,pengetahuan dan keterampilan dapat dikontruksi oleh peserta didik, dan peserta didik diharapkan selalu aktif dan dapatmenemukan cara belajar yang sesuai bagi dirinya.
Kelebihan dan Kekurangan Teori Belajar Kontruktivisme
            Kelebihan teori konstruktivisme yaitu guru bukan satu-satunya sumber belajar, siswa lebih aktif dan kreatif, pembelajaran menjadi lebih bermakna, pembelajar memiliki kebebasan, membina sikap produktif dan percaya diri, proses evaluasi difokuskan pada penilaian proses, dan siswa menjadi lebih mudah paham.Namun,perolehan informasi berlangsung satu arah, siswa dituntut harus aktif, dan guru tidak mentransfer pemgetahuan yang telah dimiliki, melainkan membantu siswa.[15]
 ( BY : FENYSIA ALFIANA UNRAM )


[1] S Suryabrata. Psikologi Pendidikan,(Jakarta : Raja Grafindo Persada, 2001),h.232.
[2] Robert M Gagne, The Conditions of Learning,( New York: Holt, Rinehart, and Winston,1977),h.3.
[3] Wahab Jufri,Belajar dan Pembelajaran Sains: Modal Dasar Menjadi Guru Profesional,(Cet.II, Bandung: Pustaka Reka Cpta,2017),hh.10-13.
[4] Oemar hamalik, psikologi belajar & mengajar (bandung: sinar baru algensindo, 2012), h. 50.
[5] Mahmud, psikologi pendidikan (Jakarta: pustaka setia, 2009), h. 76.
[6] Wahab Jufri,op.cit,h.14.
[7] Ngalim Purwanto,Psikologi Pendidikan,(Bandung : Remaja Rosdakarya, 1990),h.98.
[8] Wahab Jufri,op.cit,h.11.
[9] B.Hamzah, Orientasi Baru dalam Psikologi Pembelajaran,(Jakarta : PT. Bumi Aksara,2005)h.7.
[10] Sudarwan denim, dkk, psikologi pendidikan  (bandung: alfabeta, 2011), h.38.
[11] Mahmud, op.cit, hh. 82-83.
[12] Wahab Jufri,op.cit,hh.19-30.
[13] Ibid,hh.32-37.
[14] Ibid,hh.37-44.
[15] Ibid,hh.44-46

0 komentar:

Post a Comment

Search This Blog