TEORI
PEMBELAJARAN
Belajar merupakan proses perbuatan
yang dilakukan dengan sengaja, yang kemudian menimbulkan perubahan, yang
keadaannya berbeda dari perbuatan yang ditimbulkan oleh lainnya. Winkel
berpendapat bahwa belajar adalah semua aktivitas mental atau psikis yang berlangsung dalam interaksi aktif
dalam lingkungan, yang menghasilkan perubahan-perubahan dalam pengelolaan
pemahaman. Berdasarkan pengertian belajar menurut ahli, maka penulis dapat
menyimpulkan bahwa belajar adalah suatu perubahan dalam tingkah laku dan
penampilan sebagai hasil dari praktik dan pengalaman. Jadi, teori belajar
adalah sebuah konsep yang abstrak yang membantu peserta didik untuk belajar.[1]
Belajar menurut Gagne dalam bukunya
The Conditions of Learning 1977, belajar merupakan sejenis perubahan yang
diperlihatkan dalam perubahan tingkah laku, yang keadaaannya berbeda dari
sebelum individu berada dalam situasi belajar dan sesudah melakukan tindakan
yang serupa itu. Perubahan terjadi akibat adanya suatu pengalaman atau latihan.
Berbeda dengan perubahan serta-merta akibat refleks atau perilaku yang bersifat
naluriah.[2]
Dengan berkembangnya psikologi dalam
pendidikan, maka bersamaan dengan itu bermunculan pula berbagai teori tentang
belajar. Di dalam masa perkembangan psikologi pendidikan ini muncullah beberapa
aliran psikologi pendidikan, diantaranya yaitu :
1.
Teori Belajar Behaviorisme
Teori
behavioristik adalah sebuah teori tentang perubahan tingkah laku sebagai hasil
dari pengalaman. Teori ini lalu berkembang menjadi aliran psikologi belajar
yang berpengaruh terhadap arah pengembangan teori dan praktik pendidikan dan
pembelajaran yang dikenal sebagai aliran behavioristik. Aliran ini menekankan
pada terbentuknya perilaku yang tampak sebagai hasil belajar.
Menuru teori behavior, belajar adalah perubahan tingkah laku sebagai
akibat dari adanya interaksi antara stimulus dan respon. Seseorang telah
dianggap belajar sesuatu jika ia dapat menunjukkan perubahan tingkah lakunya.
Menurut teori ini yang terpenting adalah masukan atau input yang berupa
stimulus dan keluaran atau otput yang berupa respon.
Teori
behavioristik dengan model dan hubungan stimulus-responnya, mendudukkan orang
yang belajar sebagai individu yang pasif. Respon atau perilaku tertentu dengan
menggunakan metode pelatihan atau pembiasaan semata. Munculnya perilaku akan
semakin kuat bila diberikan penguatan dan akan menghilang bila dikenai hukuman.
Menurut
teori belajar tingkah laku atau aliran behaviorisme,belajar adalah perubahan
dalam tingkah laku sebagai akibat dari inter-aksi antara stimulus dan respon.
Beberapa ahli yang mendukung teori belajar tingkah laku ialah John Watson, Edward
Thorndike, dan B.F Skinner.
a.
Edward
Thorndike
Thorndike adalah ahli yang berpendapat
bahwa pengalaman adalah sumber gagasan-gagasan dan hanya tingkah laku nyata
saja yang dapat dipelajari.Dalam hal ini dia berpendapat bahwa belajar dapat
terjadi kalau ada stimulus dan ada respon individu yang belajar( disebut
sebagai teori stimulus dan respon(S-R)). Menurut Thorndike,ada tiga hukum pokok
yang berlaku dalam proses belajar dan pembelajaran yaitu: 1) hukum kesiapan, 2)
hukum akibat, 3) hukum latihan.[3]
Menurut teori ini, belajar adalah
pembentukan atau penguatan hubungan antara stimulus dan respon. Thorndike
menekankan bahwa belajar terdiri atas pembentukan ikatan atau hubungan-hubungan
antara stimulus-respons yang terbentuk melalui pengulangan.[4]
Teori ini dimunculkan sebagai hasil
eksperimen yang dilakukan oleh thorndike. Beliau melakukan percobaan pada
seekor kucing muda. Kucing itu dibiarkan kelaparan dalam kurungan yang pintunya
berjeruji. Kurungan kucing itu diberi beberapa tombol. Apabila salah satu
tombolnya terpijit, pintu itu akan
terbuka dengan sendirinya. Sementara itu, di luar kurungan disediakan makanan
yang diletakkan dalam sebuah piring. Kucing mulai beraksi. Ia bergerak kesana
kemari dan mencoba untuk keluar dari kurungan. Tidak beberapa lama tanpa
disengaja kucing tersebut menyentuh tombol pembuka pintu. Dengan girang, ia
keluar dari kurungan dan menuju tempat makanan tersebut.
Thorndike
mencoba beberapa kali hal yang sama pada kucing tersebut. Pada awal percobaan
kucing tersebut masih mondar-mandir hingga menyentuh tombol. Namun setelah
sekian lama percobaan kucing tersebut tidak mondar-mandir lagi, ia langsung
menyentuh tombol pembuka pintu.[5]
Dengan demikian thorndike menyimpulkan bahwa proses belajar melalui dua bentuk, yaitu:
1) trial and error , mengandung arti bahwa
dengan terlatihnya proses belajar dari kesalahan, dan mencoba terus sampai
berhasil.
2) law of effect, mengandung arti bahwa segala
tingkah laku yang mengakibatkan suatu keadaan yang memuaskan akan terus diingat
dan dipelajari dengan sebaik-baiknya.
b.
B.F
Skinner
Skinner mendeskripsikan hubungan antar
stimulus dan respon untuk menjelasakan perubahan tingkah laku dalam hubungannya
dengan lingkungan.Pada dasarnya setiap stimulus yang diberikan berinteraksi
satu dengan lainnya, dan interaksi ini akhirnya memperoleh respon yang
dihasilkan tersebut.[6]
Dari semua pendukung teori tingkah laku,
mungkin teori Skinner lah yang paling besar pengaruhnya terhadap perkembangan
teori belajar. Beberapa program pembelajaran seperti Teaching Machine,
Mathetics, atau program-program lain yang memakai konsep stimulus, respon, dan
faktor penguat, adalah contoh-contoh program yang memanfaatkan teori Skinner.
Prinsip-prinsip
Skinner adalah:
·
Hasil
belajar harus segera diberitahukan pada siswa jika salah dibetulkan, jika benar
diberi penguat.
·
Proses
belajar harus mengikuti irama dari yang belajar.Materi pelajaran digunakan
sebagai sistem modul.
·
Dalam
proses pembelajaran lebih dipentingkan aktivitas sendiri ,tidak digunakan
hukuman. Untuk itu lingkungan perlu diubah untuk menghindari hukuman .
·
Dalam
pembelajaran digunakan shapping. [7]
c.
Jhon
Watson
Watson adalah pendukung teori belajar
tingkah laku yang menyatakan bahwa hanya tingkah laku yang teramati saja yang
dapat dipelajari dengan valid dan reliabel.[8]
Berbeda dengan Thorndike, menurut Watson
pelopor yang datang sesudah Thorndike, stimulus dan respon tersebut harus
berbentuk tingkah laku yang harus diamati. Dengan kata lain Watson mengabaikan berbagai
perubahan mental yang mungkin terjadi dalam belajar dan menganggapnya sebagai
faktor yang tidak perlu diketahui. Bukan berarti semua perubahan mental yang
terjadi dalam benak siswa tidak penting. Semua itu penting, akan tetapi faktor
faktor tersebut tidak bisa menjelaskan apakah proses belajar sudah terjadi atau
belum.[9]
2.
Teori Belajar Kognitivism
Psikologi
kognitif lebih menekankan pendidikan sebagai proses internal mental manusia
termasuk bagaimana orang berfikir, merasakan, mengingat, dan belajar.[10]
Tingkah laku manusia yang tampak tidak dapat diukur dan diterangkan tanpa
melibatkan proses mentalnya, seperti motivasi, keyakinan, dan sebagainya.
Psikolagi kognitif menyebutkan bahwa belajar adalah peristiwa mental, bukan
peristiwa perilaku fisik meskipun hal-hal yang bersifat behavioral
kadang-kadang tampak kesat mata dalam setiap peristiwa belajar manusia.
Seseorang yang sedang belajar membaca dan menulis, tentu menggunakan
perangkat jasmaniah yaitu mulut dan tangan
untuk mengucapkan kata dan menggoreskan pena. Akan tetapi, menggerakkan mulut
dan menggoreskan penayang dilakukan bukan sekedar respons atau stimulus yang
ada, melainkan yang terpenting karena dorongan mental yang diatur oleh otaknya.
Kehadiran
aliran psikologi kognitif, tampaknya menjadi pengikis aliran behaviorisme yang selalu menekankan pada aspek perilaku
lahir. Teori-teori yang dikemukakan oleh aliran behaviorisme kurang memuaskan
para psikolog modern dewasa ini.[11]
Teori-
teori yang berorientasi pada aspek kognitif manusia lebih mementingkan proses
belajar daripada hasil belajar.Menurut teori belajar aliran kognitivisme, ilmu
pengetahuan yang dimiliki oleh seorang individu terbangun melalui proses
interaksi yang berkesi-nambungan dengan lingkungan. Beberapa ahli yang
mendukung berkembangnya aliran kognitivisme antara lain:
a) Jean
Piaget
Teori Piaget berfokus
pada perkembangn pola berpikir mulai dari bayi sampai dewasa.Menurut Piaget,
belajar adalah proses aktif dan berkaitan dengan interaksi individu dengan
lingkungannya Piaget berpendapat bahwa proses pembelajaran harus disesuaikan
dengan tahap perkembangan kognitif yang dilalui oleh seseorang. Tahap
perkembangan kognitif ini terbagi menjadi empat tahap ,yaitu tahap sensorimotor
(dari usia 0-2 thaun), tahap praoperasional( dari usia 2-7 tahun), tahap
operasional konkrit (dari usia 7-11 tahun), dan tahpa operasional-formal (dari
usia 11 tahun).Piaget menyatakan bahwa proses belajar berlangsung melalui tiga
tahap yakni asimilasi( assimilation), akomodasi (accomodation), dan penyeimbangan
( equilibration).Asimilasi adalah proses penyatuan informasi baru ke struktur
kognitif yang sudah ada dalam benak peserta didik.Akomodasi adalah proses
penyesuaian struktur kognitif/mental pada karakteristik kejadian atau objek
yang dipikirkannya. Dan ekuilibrasi merupakan penyesuaian yang berkesinambungan
antara asimilasi dan akomodasi.
b) David
Ausubel
Menurut Ausubel peserta didik akan
belajar dengan baik jika apa yang disebut pengatur kemajuan belajar (advance
organizer)di definisikan dan dipersentasikan dengan baik dan tepat kepada
mereka.
c) Jerome
Bruner
Bruner mengusulkan suatu teori
yang disebut belajar melalui investigasi bebas(free discovery learning).Menurut
teori ini ,proses belajar akan dapat berlangsung aktif , kreatif, efektif dan
menyenangkan jika pendidik memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk
menemukan suatu aturan termasuk konsep, teori, definisi, dan sebagainya melalui
contoh-contoh yang menggambarkan atau mewakili aturan yang menjadi sumbernya.
Menurut Bruner belajar memiliki empat komponen yaitu:
·
Rasa
ingin tahu dan ketidakpastian
Bruner menyatakan bahwa
pengalaman belajar harus dirancang dengan baik untuk membantu peserta didik
agar mau dan mampu belajar. Kondisi sumber belajar yang menantang untuk
melakukan eksplorasi adalah “ketidakpastian” yang memicu rasa ingin tahu.
·
Struktur
pengetahuan
Bruner menyatakan bahwa pendidik
profesional harus mampu menspesifikasikan pola atau struktur pengetahuan agar
dapat lebih mudah diikuti oleh peserta didik.
·
Sekuensi
Menurut Bruner model penyajian
materi pembelajaran sebaiknya berlangsung melalui sekuensi atau tahapan-tahapan
tertentu yakni mulai dari tahap Enaktif ( hands-on,concrete), ke tahap ikonik
(visual), (dan tahap simbolik (decription or mathematical symbols).
·
Motivasi
Wolfolk(2004) mendefinisikan
motivasi sebagai potensi individual yang berperan dalam mengarahkan dan
memelihara perilaku
Kelebihan
dan Kekurangan Teori Belajar Kognitif
Teori
belajar kognitif dapat menjadikan siswa lebih kreatif dan mandiri, serta dapat
membantu siswa memahami bahan belajar secara lebih mudah. Tetapi tori ini tidak
menyeluruh untuk semua tingkat pendidikan, sulit untuk dipraktikkan khususnya
di tingkat lanjut, dan beberapa prinsip seperti intelegensi sulit dipahami dan
pemahamannya masih belum tuntas.[12]
3.
Teori Belajar Humanism
Teori
belajar ini berakar pada karakteristik alami manusia. Pada teori ini
berpandangan bahwa manusia memilki kecenderungan untuk mengembangkan potensi
diri dan mengaktualisasikan diri sebagai bentuk kebutuhan dasar hidupnya.
Beberapa pakar pendudkung teori belajar aliran humanisme adalaha Abraham
Maslow, john Dewey, David Kolb, dan Habermas.
1) John
Dewey
Dia
meyakini bahwa interaksi manusia dengan lingkungan memberikan kontribusi pada
gagasan bahwa belajar adalah bagian dari kegiatan membimbing diri sendiri untuk
menemukan sesuatu (self-guided discovery).
2) Abraham
Maslow
Dia percaya bahwa manusia
tergerak untuk memahami dan menerima dirinya sebisa mungkin.teorinya dikenal
dengan teori”hirarki kebutuhan”.
3) David
Kolb
Kolb membagi proses
belajar ke dalam empat macam, yaitu pengalaman konkrit, pengamatan aktif dan
reaktif, konseptualisasi, dan eksperimen aktif.
4) Habermas
Dia
meyakini bahwa belajar sangat dipengaruhi oleh kualitas interaksi dengan
lingkungan dan dengan sesama manusia.
Kelebihan Dan Kekurangan Teori Belajar
Humanisme
Teori
belajar aliran humanisme sering dikritik karena sifatnya yang terlalu
deskriptif. Kelemahan lain adalah sukarnya menerjemahkan teori ini ke dalam
langkah-langkah yang lebih praktis dan konkret. Tapi karena sifatnya yang
deskriptif itulah maka teori ini seolah-olah memberikan arah bagi proses
belajar. Teori humanistik akan sangat membantu kita memahami proses belajar
serta melakukan proses belajar dalam dimensi yang lebih luas,jika kita mampu
menempatkannya pada konteks yang tepat.
Implikasi Pedagogik Teori Belajar
Humanisme
teori belajar aliran humanisme yang
penting untuk diperharhatikan oleh guru ialah menekankan peran kepuasan peserta
didik dalam belajar sesuai dengan kebutuhan yang dirasakannya.[13]
4.
Teori Belajar Socialism
Pemodelan
(modeling) merupakan konsep dasar dari teori belajar sosial ini. Umumnya
perilaku dan sikap manusia berkembang sebagai hasil mengamati dan mencontoh
orang lain yang menjadi model.menurut Bandura, ada empat fase belajar dari
pemodelan yaitu: fase perhatian (attentional phase), fase retensi (retention
phase), fase reproduksi, dan fase motivasi (motivational phase). Fase perhatian
merupakan tahap awal dalam proses belajar melalui pemodelan adalah memberikan
perhatian pada suatu model. Fase retensi merupakan fase yang bertanggung jawab
atas pengkodean tingkah laku model dan menyimpan kode-kode dalam ingatan. Fase
reproduksi yaitu fase dimana bayangan memori akan membimbing penampilan yang
sebenarnya dari tingkah laku yang baru dipelajari. Fase motivasi adalah tahap
dimana snag pengamat akan meniru model apabila mereka merasa bahwa jika mereka
mapu melakukn sesuatu seperti yang dicontohkan oleh model atau gurunyaa itu,
maka akan memperoleh penghargaan atau penguatan.
Kelebihan dan Kekurangan Teori Belajar
Sosial
Teori
belajar sosial merupakan teori yang bagus dalam pembelajaran karena teori
pembelajaran ini berfokus pada situasi yang mempengaruhi prilaku,berfokus pada
alat pengamatan, priaku sosial emosional dan motivasi,memberikan pengertian
tentang gejala gejala perkembangan anak,serta peranan interaksi antara
lingkungan dengan anak.Namun denga diterapkannya teknik peniruan sudah pasti
terdapat sebagian individu yang akan meniru tingkah laku negatif.[14]
5.
Teori Belajar Kontruktivisme
Para
pengembang pembelajaran menyatakan konstruktivisme sebagai seperangkat prinsip
perancangan pembelajaran. Oleh sebab itu dalam konteks teori belajar, maka
smeua pandangan yang memberikan peluang kepada peserta didik untuk membangun
sendiri pengetahuan dan keterampilannya secara aktif dengan menggunakan
pengetahuan yang telah dimiliki sebelumnya, menjadi bagian dari aliran teori
belajar kontruktivisme. Pembelajaran berlandaskan cara pandang kontruktivisme
meliputi empat tahap yaitu: 1) tahap apersepsi, 2) tahap eksplorasi, 3) tahap
diskusi dan penjelasan konsep, 4)tahap pengembangan dan aplikasi konsep
(Horsley,1990).
Implikasi Tori Belajar Kontuktivisme
Peserta
didik memiliki kemampuan berfikir untukmenyelesaikan persoalan yang
dihadapi,pengetahuan dan keterampilan dapat dikontruksi oleh peserta didik, dan
peserta didik diharapkan selalu aktif dan dapatmenemukan cara belajar yang
sesuai bagi dirinya.
Kelebihan dan Kekurangan Teori Belajar
Kontruktivisme
Kelebihan
teori konstruktivisme yaitu guru bukan satu-satunya sumber belajar, siswa lebih
aktif dan kreatif, pembelajaran menjadi lebih bermakna, pembelajar memiliki
kebebasan, membina sikap produktif dan percaya diri, proses evaluasi difokuskan
pada penilaian proses, dan siswa menjadi lebih mudah paham.Namun,perolehan
informasi berlangsung satu arah, siswa dituntut harus aktif, dan guru tidak
mentransfer pemgetahuan yang telah dimiliki, melainkan membantu siswa.[15]
[1] S Suryabrata. Psikologi Pendidikan,(Jakarta : Raja Grafindo Persada,
2001),h.232.
[2] Robert M Gagne, The Conditions of Learning,( New York: Holt, Rinehart,
and Winston,1977),h.3.
[3] Wahab Jufri,Belajar dan Pembelajaran Sains: Modal Dasar Menjadi Guru
Profesional,(Cet.II, Bandung: Pustaka Reka Cpta,2017),hh.10-13.
[4] Oemar hamalik, psikologi belajar & mengajar (bandung: sinar baru
algensindo, 2012), h. 50.
[5] Mahmud, psikologi pendidikan (Jakarta: pustaka setia, 2009), h. 76.
[6] Wahab Jufri,op.cit,h.14.
[7] Ngalim Purwanto,Psikologi Pendidikan,(Bandung : Remaja Rosdakarya,
1990),h.98.
[8] Wahab Jufri,op.cit,h.11.
[9] B.Hamzah, Orientasi Baru dalam Psikologi Pembelajaran,(Jakarta : PT.
Bumi Aksara,2005)h.7.
[10] Sudarwan denim, dkk, psikologi pendidikan (bandung: alfabeta, 2011), h.38.
[11] Mahmud, op.cit, hh. 82-83.
[12] Wahab Jufri,op.cit,hh.19-30.
[13] Ibid,hh.32-37.
[14] Ibid,hh.37-44.
[15] Ibid,hh.44-46
0 komentar:
Post a Comment