Macam-macam
Teori Pendidikan
Sebuah
teori adalah sebuah sistem konsep-konsep yang terpadu, menerangkan, dan
memprediksi. Sebuah teori pendidikan adalah sebuah sistem konsep-konsep yang
terpadu, menerangkan dan prediktif tentang peristiwa-peristiwa pendidikan.
Teori pendidikan ada yang berperan sebagai asumsi atau titik tolak pemikiran
pendidikan dan ada yang berperan sebagai definisi menerangkan makna.[1]
Pernyataan
secara filosofis apa itu pendidikan harus diangkat pada level konsep yang
tinggi, sehingga terlepas dari pengertian yang hanya melihat pendidikan sebagai
kegiatan belajar mengajar saja dan suatu usaha membantu orang lain menjadi
manusia terdidik, dan ini muncul sebagai fenomena sosial. Secara prinsip
pernyataan filosofis harus memberi identitas pada pendidikan yang berbeda
dengan yang lain bersifat “cross culture” artinya bahwa kita melihat pendidikan
itu dengan konsep yang lebih luas dan lintas kultural yang memandang manusia
sebagai bagian dari masyarakat sosial yang secara akumulatif mempengaruhi
proses pendidikan.[2]
Teori pendidikan merupakan landasan dalam
pengembangan praktik-praktik pendidikan, misalnya pengembangan kurikulum,
proses belajar mengajar, dan manajemen sekolah. Kurikulum dan pembelajaran
memiliki keterkaitan yang sangat erat dengan teori pendidikan. Suatu kurikulum
dan rencana pembelajaran disusun dengan mengacu pada teori pendidikan.[3]
Ada empat teori pendidikan, yaitu:
1)
Teori
pendidikan klasik (classical education).
Teori
pendidikan klasik berlandaskan pada filsafat klasik, seperti perenialisme,
essensialisme dan eksistensialisme, yang memandang bahwa pendidikan berfungsi
sebagai upaya memelihara, mengawetkan dan meneruskan warisan budaya. Teori
pendidikan ini lebih menekankan peranan isi pendidikan dari pada proses. Isi
pendidikan atau materi di ambil dari khazanah ilmu pengetahuan yang ditemukan
dan dikembangkan para ahli tempo dulu yang telah disusun secara logis dan
sistematis. Dalam praktiknya, pendidikan mempunyai peranan besar dan lebih
dominan, sedangkan peserta didik memiliki peran yang pasif, sebagai penerima
informasi dan tugas-tugas dari pendidik. Pendidikan klasik menjadi sumber bagi
pengembangan model kurikulum subjek akademis, yaitu suatu kurikulum yang
bertujuan memberikan pengetahuan yang solid serta melatih peserta didik
menggunakan ide-ide dan proses “penelitian”, melalui metode ekspositori dan
inkuiri. [4]
Teori pendidikan klasik berlandasakan 3
filsafat klasik yaitu:
a.
Perenialisme
Perenialisme berasal dari kata perennial
yang berarti abadi, kekal, atau selalu. Dengan prinsisp keabadian itu
perenialisme berpendirian bahwa untuk mengembalikan keadaan yang kacau balau,
tidak menentu dan penuh rasa kebingungan seperti keadaan sekarang ini, tiada
jalan lain kecuali kembali kepada prinsip-prinsip umum yang telah teruji tidak
lapuk kena hujan dan tiada lekang kena terik matahari yakni dasar dan pedoman
tingkah laku dan perkehidupan zaman kuno dan abad tengah.[5]
b.
Esensialisme
Corak esensialisme dibentuk oleh aliran
filsafat idealisme dan realisme. Kedua aliran tersebut menjadi pendukung
esensialisme secara elektik. Elektik artinya dua paham atau lebih yang menjadi
satu kekuatan tanpa meleburkan dirinya masing-masing. Esensialisme berpendapat
bahwa pendidikan harus mempunyai pegangan yang cukup kokoh kuat yaitu berupa
nilai-nilai yang telah teruji , telah mampu tegak berdiri walaupun
dirongrong waktu dan memiliki tata yang
jelas.[6]
c.
Eksistensialisme
Eksistensialisme menyatakan bahwa individu
menyadari identitas dirinya sebagai sebuah masalah, dan berharap,
denganmenyelidiki misteri eksistensi dirinya, ia akan dapat menyingkap makna di
dalam kehidupan. Eksistensialisme merupakan salah satu gerakan intelektual yang
luar biasa pada abad 20, dan tetap menjadi unsur penting dalam kancah pemikiran
hari ini, di samping meninggalkan sekian banyak drama dan novel abadi.[7]
2)
Teori
pendidikan personal (personalized education).
Teori pendidikan ini bertolak dari
asumsi sejak dilahirkan anak telah memiliki potensi-potensi tertentu.
Pendidikan harus dapat mengembangkan potensi-potensi yang dimiliki peserta
didik dengan bertolak dari kebutuhan dan minat peserta didik. Dalam hal ini,
peserta didik menjadi pelaku utama pendidikan, sedangkan pendidikan hanya
menepati posisi kedua, yang lebih berperan sebagai pembimbing, pendorong,
fasilitator dan pelayan peserta didik.
Teori ini memiliki dua aliran yaitu
pendidikan progresif dan pendidikan romantik. Pendidikan progresif dengan tokoh
pendahulunya, Francis Parker dan John Dewey memandang bahwa peserta didik merupakan
satu kesatuan yang utuh. Materi pengajaran berasal dari pengalaman peserta
didik sendiri yang sesuai dengan minat dan kebutuhannya. Ia merefleksi terhadap
masalah-masalah yang muncul dalam kehidupannya. Berkat refleksinya itu, ia
dapat memahami dan menggunakkannya bagi kehidupan. Pendidik lebih merupakan
ahli dalam metodologi dan membantu perkembangan peserta didik sesuai dengan
kemampuan dan kecepatannya masing-masing. Pendidikan romantik berpangkal dari
pemikiran-pemikiran J.J Rouseau tentang tabularasa, yang memandang setiap
individu dalam keadaan fitrah, memiliki nurani kejujuran, kebenaran dan
ketulusan.
Teori pendidikan personal menjadi
sumber bagi pengembangan kurikulum humanis,
yaitu suatu model kurikulum yang bertujuan memperluas kesadaran diri dan
mengurangi kerenggangan dan keterasingan dari lingkungan dan proses aktualisasi
diri. Kurikulum humanis merupakan reaksi atas pendidikan yang lebih menekankan
pada aspek intelektual (kurikulum subjek akademis).
3)
Teknologi
pendidikan.
Teknologi pendidikan, yaitu suatu
konsep pendidikan yang mempunyai persamaan dengan pendidikan klasik tentang
peranan pendidikan dalam menyampaikan informasi. Namun diantara keduanya ada
yang berbeda. Dalam teknologi pendidikan, yang lebih diutamakan adalah pembentukan
dan penguasaan kompetensi atau kemampuan-kemampuan praktis, bukan pengawetan
dan pemeliharaan budaya alam.
Dalam konsep pendidikan teknologi, isi
pendidikan dipilih oleh tim ahli bidang-bidang khusus. Isi pendidikan berupa
objek dan keterampilan yang mengarah kepada kemampuan vokasional. Isi disusun
dalam bentuk desain program atau desain pengajaran dan disampaikan dengan
menggunakan bantuan media elektronika, dan para peserta didik belajar secara
individual. Peserta didik berusaha untuk menguasai sejumlah besar bahkan dan
pola-pola kegiatan secara efisien. Keterampilan-keterampilan barunya segera
digunakan dalam masyarakat. Pendidik berfungsi sebagai direktur belajar
(director of learning), lebih banyak tugas-tugas pengelolaan dari pada penyampaian dan pendalaman bahan.
Teknologi pendidikan menjadi sumber
untuk pengembangan model kurikulum, yaitu model kurikulum yang bertujuan
memberikan penguasaan kompetensi bagi para peserta didik. Pembelajaran
dilakukan melalui metode pembelajaran individual, media buku ataupun media
elektronik, sehingga pembelajar dapat menguasai keterampilan-keterampilan dasar
tertentu.
4)
Teori
pendidikan interaksional.
Pendidikan interaksional yaitu suatu
konsep pendidikan yang bertitik tolak dari pemikiran manusia sebagai makhluk
sosial yang senantiasa berinteraksi dan bekerja sama dengan manusia lain.
Pendidikan sebagai salah satu bentuk kehidupan juga berintikan kerja sama dan
interaksi. Dalam pendidikan interaksional menekankan interaksi dua pihak dari
pendidik kepada peserta didik dan dari peserta didik kepada pendidik. Lebih
dari itu, interaksi ini juga terjadi antara peserta didik dengan materi
pembelajaran dan dengan lingkungan, antara pemikiran manusia dengan
lingkungannya. Interaksi ini terjadi melalui berbagai bentuk dialog. Dalam
pendidikan interaksional, belajar lebih sekedar mempelajari fakta-fakta.
Peserta didik mengadakan pemahaman eksperimental dari fakta-fakta tersebut,
memberikan interpretasi yang bersifat menyeluruh serta memahaminya dalam
konteks kehidupan. Filsafat yang melandasi pendidikan interaksional yaitu
filsafat rekonstruksi sosial.
Pendidikan interaksional menjadi
sumber untuk pengembangan model kurikulum rekonstruksi sosial, yaitu model
kurikulum yang memiliki tujuan utama menghadapkan para peserta didik pada
tantangan, ancaman, hambatan-hambatan atau gangguan-gangguan yang dihadapi
manusia. Peserta didik didorong untuk mempunyai pengetahuan yang cukup tentang
masalah-masalah sosial yang mendesak (crucial) dan bekerja sama untuk
memecahkannya.[8]
Berbagai teori pendidikan yang
memberikan andil terhadap perkembangan proses belajar mengajar dan dapat
menyelesaikan permasalahan pendidikan. Secara garis besar teori pendidikan
dilatarbelakangi oleh aliran Empirisme, Nativisme, Konvergensi, yaitu:[9]
·
Aliran
Empirisme
Aliran Empirisme menjelaskan
bahwa pembentukan dan perkembangan manusia dalam menerima informasi dan
pendidikan ditentukan oleh faktor lingkungan.25 Pelopor teori ini adalah John
Lock (1632-1704) seorang yang berkebangsaan Inggris yang mempunyai gagasan
bahwa segala sesuatu berada dalam pikiran dan hasil dari pengalaman inderawi bukan berasal dari akal budi.26
Teori ini lebih dikenal dengan Tabularasa (a blank sheet of paper), dimana
setiap individu yang lahir diumpamakan seperti kertas putih, untuk perkembangan
selanjutnya faktor yang sangat mempengaruhi dan menentukan adalah lingkungan.
Teori ini bersifat optimistik, dimana setiap individu yang lahir mempunyai
potensi dan peluang besar untuk dapat berubah sesuai dengan lingkungan dan pengalaman
yang diterima. Menurut teori ini pendidikan memegang peranan penting, karena
dengan lingkungan pendidikan yang baik setiap individu akan mendapatkan proses
pendidikan yang baik yang dapat menghasilkan tujuan hidup. Aliran ini
berseberangan dengan aliran pendidikan nativisme.
·
Aliran
Nativisme
Aliran Nativisme berpendapat
bahwa perkembangan kepribadian setiap individu hanya ditentukan oleh bawaan
(kemampuan dasar) bakat serta faktor dalam bersifat kodrati.27 Faktor
lingkungan dan pengalaman inderawi tidak berpengaruh sama sekali. Manusia lahir
sudah memiliki bakat, kemampuan dan potensi yang alami dan tidak dapat dirubah
oleh lingkungan sekitar. Tokoh teori ini seorang filosof berasal dari Jernam
bernama Arthur Schopenhauer (1788-1860) yang lahir di Danzig (Polandia).28
Aliran ini disebut aliran pesimistik, karena perkembangan setiap individu tidak
dapat berubah dan bersifat kodrati, meskipun berbagai upaya telah dilakukan,
sehingga setiap individu tidak perlu berupaya dan bekerja keras untuk merubah
kehidupan ini karena semua sudah kodrati. Dalam dunia pendidikan, menurut teori
ini setiap individu akan berkembang dan berhasil melakukan proses pembelajaran
sesuai dengan bakat dan pembawaannya. Dari dua teori yang berkembang,
melahirkan teori yang menggabungkan antara teori nativisme dan teori empirisme,
teori ini disebut teori konvergensi
·
Aliran
Konvergensi
Teori Konvergensi merupakan teori
perpaduan, dimana menjelaskan bahwa perkembangan manusia dipengaruhi oleh
faktor bakat/kemampuan dasar dan alam sekitar. Proses perkembangan dan
pembentukan kepribadian manusia merupakan proses interaktif dan dialektis
antara kemamapuan dasar dan alam lingkungan secara kesinambungan. Perkembangan
pribadi sesungguhnya adalah hasil proses kerjasama kedua faktor baik internal
(potensi hereditas), maupun faktor eksternal (lingkungan budaya dan
pendidikan).29 Pelopor teori ini adalah Wiliam Stern (1871-1983), seorang
filosof berkebangsan Jerman. Teori ini menjelaskan bahwa bakat setiap individu
tidak akan berkembang dengan baik tanpa adanya lingkungan setiap individu yang
mendukung bakat tersebut. Teori ini menemukan dua garis yaitu bakat dan
lingkungan memusat kesatu titik (konvergensi).
( BY : FENYSIA ALFIANA UNRAM )
[1] Prof. Dr. Syaiful Sagala, Konsep Dan Makna Pembelajaran, (Cet.9 Bandung : ALFABETA, cv, 2011),h. 2.
[2] Ibid,h.5.
[3] Abdul Kadir,op.cit,h.141.
[4] Ibid 141
[5] Dinn Wahyudin ,dkk, op.cit, h. 5.27.
[6] Ibid, h.5.14.
[7] Bryan Mage, The Strory of Philosophy,(Cet. 1, Yogyakarta: Percetakan
Kanisius, 2008).h.208.
[8] Ibid,h.142-143
[9] Sholichah,AAS Siti.2018.Tori Teori Pendidikan dalam Al-Qur’an. Jurnal
Pendidikan Islam. 1(07):30-31.
0 komentar:
Post a Comment