Penemuan
angka 0 (nol) menyimpan sejarah yang berliku. Asal-usul angka nol kemungkinan
besar berasal dari Hilal Subur di Mesopotamia kuno.
Pada
4000 tahun silam, para penulis Sumeria menggunakan spasi untuk mengisi
kekosongan pada kolom angka. Namun, penggunaan simbol nol pertama kali tercatat
pada abad ketiga SM, di Babilon kuno.
Masyarakat
Babilon mengembangkan simbol spesifik untuk membedakan antara besaran. Simbol
tersebut berfungsi sama seperti sistem desimal zaman modern yang menggunakan
angka nol untuk memisahkan puluhan, ratusan, dan ribuan.
Jenis
simbol juga muncul di Amerika pada 350 Masehi. Saat itu bangsa Maya mulai
menggunakan penanda nol di kalender mereka. Sistem penghitungan kuno ini
menggunakan nol sebagai placeholder, bukan angka yang memiliki nilai uniknya
sendiri.
Pemahaman
tersebut berubah ketika sampai di India pada abad ke tujuh Masehi. Di sana,
seorang matematikawan, Brahmagupta dan yang lainnya, menggunakan titik-titik
kecil di bawah angka untuk menunjukkan placeholder nol. Namun, menurut mereka
nol juga memiliki nilai sendiri, yaitu null (tidak ada), dan disebut dengan
‘sunya’.
Al-Khawarizmi dikenal sebagai bapak Aljabar memperkenalkan
bilangan nol (0), dan penerjemah karya-karya Yunani kuno. Kisah angka nol
Konsep bilangan nol telah berkembang sejak zaman Babilonia danYunani kuno, yang
pada saat itu diartikan sebagai ketiadaan dari sesuatu. Konsep bilangan nol dan
sifat-sifatnya terus berkembang dari waktu ke waktu. Hingga pada abad ke-7,
Brahmagupta seorang matematikawan India memperkenalkan beberapa sifat bilangan
nol. Sifat-sifatnya adalah suatu bilangan bila dijumlahkan dengan nol adalah
tetap, demikian pula sebuah bilangan bila dikalikan dengan nol akan menjadi
nol. Tetapi, Brahmagupta menemui kesulitan, dan cenderung ke arah yang salah,
ketika berhadapan dengan pembagian oleh bilangan no,l “sebuah bilangan dibagi
oleh nol adalah tetap”. Tentu saja ini suatu kesalahan fatal. Tetapi, hal ini
tetap harus sangat dihargai untuk ukuran saat itu
Ide-ide brilian dari matematikawan India selanjutnya dipelajari
oleh matematikawan Muslim dan Arab. Hal ini terjadi pada tahap-tahap awal
ketika matematikawan Al-Khawarizmi meneliti sistem perhitungan Hindu (India)
yang menggambarkan sistem nilai tempat dari bilangan yang melibatkan bilangan
0, 1, 2, 3, 4, 5, 6, 7, 8, dan 9. Al-Khawarizmi adalah yang pertama kali
memperkenalkan penggunaan bilangan nol sebagai nilai tempat dalam basis
sepuluh. Sistem ini disebut sebagai sistem bilangan decimal.Selain itu Al
Khawarizmi merupakan penulis kitab aljabar (matematika) pertama di muka bumi.
Beliau juga seorang ilmuan jenius pada masa keemasan Baghdad yang sangat besar
sumbangsihnya terhadap ilmu aljabar dan aritmetika. Karyanya, Kitab Aljabr Wal
Muqabalah (Pengutuhan Kembali dan Pembandingan) merupakan pertama kalinya dalam
sejarah dimana istilah aljabar muncul dalam kontesk disiplin ilmu. Nama aljabar
diambil dari bukunya yang terkenal tersebut. Karangan itu sangat populer di
negara-negara barat dan diterjemahkan dari bahasa Arab ke bahasa Latin dan
Italia. Bahasan yang banyak dinukil oleh ilmuwan barat dari karangan
Al-Khawarizmi adalah tentang persamaan kuadrat. Sumbangan Al-Khwarizmi dalam
ilmu ukur sudut juga luar biasa. Tabel ilmu ukur sudutnya yang berhubungan
dengan fungsi sinus dan garis singgung tangen telah membantu para ahli Eropa
memahami lebih jauh tentang ilmu ini. Ia mengembangkan tabel rincian
trigonometri yang memuat fungsi sinus, kosinus dan kotangen serta konsep
diferensiasi.
Karya-karya al-Khawarizmi di bidang matematika sebenarnya banyak
mengacu pada tulisan mengenai aljabar yang disusun oleh Diophantus (250 SM)
dari Yunani. Namun, dalam meneliti buku-buku aljabar tersebut, al-Khawarizmi
menemukan beberapa kesalahan dan permasalahan yang masih kabur. Kesalahan dan
permasalahan itu diperbaiki, dijelaskan, dan dikembangkan oleh al-Khawarizmi dalam
karya-karya aljabarnya. Oleh sebab itu, tidaklah mengherankan apabila ia
dijuluki ”Bapak Aljabar.”Di bidang ilmu ukur, al-Khawarizmi juga dikenal
sebagai peletak rumus ilmu ukur dan penyusun daftar logaritma serta hitungan
desimal. Namun, beberapa sarjana matematika Barat, seperti John Napier
(1550–1617) dan Simon Stevin (1548–1620), menganggap penemuan itu merupakan
hasil pemikiran mereka. Selain matematika, Al-Khawarizmi juga dikenal sebagai
astronom. Di bawah Khalifah Ma’mun, sebuah tim astronom yang dipimpinnya
berhasil menentukan ukuran dan bentuk bundaran bumi. Penelitian itu dilakukan
di Sanjar dan Palmyra. Hasilnya hanya selisih 2,877 kaki dari ukuran garis
tengah bumi yang sebenarnya. Sebuah perhitungan luar biasa yang dapat dilakukan
pada saat itu. Al-Khawarizmi juga menyusun buku tentang penghitungan waktu
berdasarkan bayang-bayang matahari.
Setelah al-Khawarizmi meninggal, keberadaan karyanya beralih
kepada komunitas Islam. Yaitu, bagaimana cara menjabarkan bilangan dalam sebuah
metode perhitungan, termasuk dalam bilangan pecahan; suatu penghitungan Aljabar
yang merupakan warisan untuk menyelesaikan persoalan perhitungan dan rumusan
yang lebih akurat dari yang pernah ada sebelumnya. Di dunia Barat, Ilmu
Matematika lebih banyak dipengaruhi oleh karya al-Khawarizmi dibanding karya
para penulis pada Abad Pertengahan. Masyarakat modern saat ini berutang budi
kepada al-Khawarizmi dalam hal penggunaan bilangan Arab. Notasi penempatan
bilangan dengan basis 10, penggunaan bilangan irasional dan diperkenalkannya
konsep Aljabar modern, membuatnya layak menjadi figur penting dalam bidang
Matematika dan revolusi perhitungan di Abad Pertengahan di daratan Eropa.
Dengan penyatuan Matematika Yunani, Hindu dan mungkin Babilonia, teks Aljabar
merupakan salah satu karya Islam di dunia Internasional.
Sempat Disangka Angka
Setan dan Peran Ilmuwan Muslim
Nol melambangkan ketiadaan kuantitas. Kendati demikian,
perhitungan tidak akan berjalan tanpa nol. Nol memudahkan manusia melakukan
penyusunan bilangan dalam matematika. Meski nol tampak sederhana, penemuan dan
pendefinisiannya kompleks dan memakan waktu ratusan tahun. Ada ilmuwan dari
banyak wilayah yang berperan, termasuk ilmuwan Muslim dari masa kejayaan sains
Islam. Hendra Gunawan, matematikawan Institut Teknologi Bandung (ITB),
mengungkapkan bahwa nol telah dikenal sejak zaman Babilonia sekitar tahun 1800
sebelum masehi. Namun, saat itu nol masih berperan sebagai nilai tempat.
“Sebetulnya dari segi penulisan (angka nol) sudah ada dar i zaman Babilonia.
Tapi belum pakai simbol nol menulisnya,” ujarnya saat dihubungi Kompas.com,
Jumat (18/5/2018). “Waktu itu memakai spasi atau titik menulisnya,” imbuhnya.
Ia mencontohkan, penulisan nol kala itu menggunakan titik. Misalnya 3.5 untuk
menyebut 305. Dengan simbol titik, masyarakat kala itu bisa membedakan 1 dan 10,
angka 10 lebih besar dari 1. Ia menyebut, ide nol tersebut sudah dikenal tapi
belum sampai mempelajari sifatnya.
Misalnya, nol sebagai unsur identitas
penjumlahan misal nol tambah 10 sama dengan 10. Itu belum diketahui pasa masa
Babilonia. “Sejak abad kelima barulah ada dokumen India yang menulis tentang
bilangan nol. Yang saya tahu bangsa India lebih awal mengenal nol (sebagai
bilangan tersendiri),” ujar matematikawan yang Anak Bertanya ini. Dokumen
tersebut adalah Aryabhatiya. Buku itu mengulas nol sebagai bilangan tersendiri.
Nol sebagai bilangan yang nilainya sama dengan penjumlahan 2 dan -2. Karena
buku itu, India kerap disebut sebagai bangsa pertama yang mendefinisikan nol.
Dr George Gheverhe Joseph, seorang matematikawan, menuliskan dalam bukunya The
Crest of the Peacock; Non European Roots of Mathematics, bahwa India
mendefinisikan nol pada tahun 458 Masehi. Baca juga: Inilah Teks yang
Membuktikan dengan Jelas Gajah Mada Bukan Islam Manuskrip Bhaksali yang
diperkirakan berasal dari abad ketiga atau keempat juga terlacak menyebut
soal nol. Manuskrip tersebut ditemukan di ladang oleh petani pada tahun 1881.
Dalam bahasa India, nol disebut sunya, berarti kosong. Lalu, menurut Hendra,
bangsa India masih terus memperbarui perkembangan bilangan nol. Ini dibuktikan
dengan kemunculan buku karangan Brahmagupta pada abad ketujuh, sekitar tahun
628 masehi. “Buku Brahmasphutasiddanta mempelejari sifat-sifat bilangan
termasuk angka nol. Nol sudah jadi unsur identitas,” ujarnya. Nol sudah
dioperasikan dalam perhitungan matematika. Contoh, nol tambah 10 menghasilkan
10. Konsep nol lalu menyebar. Bangsa lain juga mulai mengenal nol sebagai
bilangan. Nol mulai populer di Baghdad pada tahun 773 masehi.
Nol mewujud
sebagai angka Arab, hasil adopsi dari sistem numerik India. Angka nol makin
terkenal berkat matematikawan Persia, Mohammed ibn-Musa al-Khowarizmi.
Khowarizmi menyarankan penggunaan lingkaran kecil untuk menggantikan ketiadaan
angka di posisi puluhan. Simbol lingkaran kecil untuk nol diadopsi dunia secara
luas sekarang. Masyarakat Arab mengenal nol sebagai sifr atau kosong. Angka nol
tersebut digunakan Khowrizmi untuk menciptakan teori aljabar pada abad
kesembilan. Ia pun menggagas algoritma. Angka nol mulai merambah benua Eropa
sejak abad ke 13 semenjak popularitas Leonardo da Pisa. Ia menelurkan teori
Fibonacci yang kemudian membantu pedagang dalam menyusun pembukuan. Sayangnya,
di tanah Eropa sempat muncul tentangan soal angka nol. Angka yang dipopulerkan
Khawrizmi dianggap sebagai angka setan. Penolakan juga datang dari
pemerintah Italia yang begitu anti dengan numerik asal India-Arab ini.
Para pemimpin mencurigai arti kata sifr atau kosong dalam bahasa Arab. Mereka
mengira nol sebagai kode yang membahayakan negara. Pelarangan membuat para
pedagang mengendap-endap dan sembunyi-sembunyi menerapkan angka nol dalam
perhitungan. Penggunaan angka nol di Eropa baru diterima secara luas dan bebas
pada tahun 1600-an. Ketika itu, Cartesian Rene Descartes mempresentasikan
tentang sistem koordinat dan kalkulus. Hingga sekarang, angka nol begitu
berharga bagi dunia. ( sumber : kompas , dengan beberapa tambahan )
Bagus nih ttg sejarah matematika.
ReplyDeleteHahuwa Blog atau Almustari Blog